KPK Endus Potensi Korupsi Proyek Tol, Pejabat Rangkap Jabatan jadi Komisaris BUJT Disorot
JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus potensi korupsi di sejumlah proyek infrastruktur, terutama pembangunan jalan tol, mulai dari proses perencanaan, lelang, lemahnya pengawasan, dan benturan kepentingan. Karena itu, KPK menyoroti pejabat yang rangkap jabatan menjadi komisaris di Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, KPK menyoroti beberapa pejabat di Kementerian Pekerjaaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) khususnya di Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang rangkap jabatan menjadi komisaris di BUJT.
"BPJT itu kan dia mengawasi semua yang mengoperasikan jalan tol. Nah ada 5 orang BPJT ternyata komisaris di jalan tol, lah itu gimana?" kata Pahala di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Adapun 5 BUJT yang komisarisnya dijabat oleh pejabat di BPJT, seperti PT Jasamarga Related Business, PT Citra Marga Nusaphala Persada, PT Kresna Kusuma Dyandra Marga, PT Jasamarga Transjawa Tol, PT Trans Marga Jateng.
Terbaru Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR juga menjabat Komisaris Utama di PT Jasa Marga Persero Tbk. Penunjukkan itu berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 8 Februari 2023 lalu.
KPK menemukan titik rawan korupsi dari sisi lemahnya akuntabilitas lelang, benturan kepentingan, dan BUJT tidak melaksanakan kewajiban, sehingga ada potensi kerugian negara mencapai Rp4,5 triliun.
"Rp4,5 triliun itu pemerintah sudah beliin tanah pembebasan lahan, janjinya kalau jalan tol jadi dibalikin itu uang, ternyata jalan tol selesai dibangun, Rp4,5 triliun belum dibalikan dan belum jelas rencana pengembaliannya gimana, dipanggil dong semua (BUJT), kan Rp4,5 triliun gede duitnya," tutur dia.
Sementara itu, temuan KPK terkait potensi kerentanan korupsi itu pada proyek jalan tol terletak di masalah tata kelola. Misal dari proses perencanaan, peraturan pengelolaan jalan tol yang digunakan masih menggunakan aturan lama, akibatnya rencana pembangunan tidak mempertimbangkan perspektif baru seperti kompetensi ruas tol dan alokasi dana pengadaan tanah.
Soal proses lelang, KPK menilai dokumen lelang tidak memuat informasi yang cukup atas kondisi teknis dari ruas tol, sehingga pemenang lelang harus melakukan penyesuaian yang mengakibatkan tertundanya pembangunan.
Di proses Pengawasan, KPK menilai belum ada mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban BUJT, sehingga pelaksanaan kewajiban BUJT tidak terpantau secara maksimal.
Pada potensi benturan kepentingan, menurut KPK, investor pembangunan didominasi oleh 61,9 persen kontraktor pembangunan, yakni BUMN Karya. Akibatnya terjadi benturan kepentingan dalam proses pengadaan jasa konstruksi.
Selain itu, tidak aturan lanjutan tentang penyerahan pengelola jalan tol, sehingga mekanisme pascapelimpahan hak konsesi dari BUJT ke pemerintah menjadi rancu. Lemahnya pengawasan pun mengakibatkan sejumlah BUTJ tidak membayar kewajibannya hingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp4,5 triliun.
Kementerian PUPR belum memberikan tanggapan mengenai hal tersebut saat dikonfirmasi.
Editor: Jujuk Ernawati