Mark Zuckerberg Dinilai Terlalu Ambisius Kembangkan Metaverse, Alami Kerugian Miliaran Dolar AS
NEW YORK, iNews.id - CEO Meta Platforms Inc (Meta), Mark Zuckerberg dinilai terlalu ambisius untuk mengembangkan proyek Metaverse yang telah menyebabkan perusahaan mengalami kerugian miliaran dolar AS dan terpaksa memecat lebih dari 11.000 karyawan.
Dikutip dari The New York Times, dua eksekutif Meta mengatakan telah terjadi ketegangan antara Mark Zuckerberg dengan para eksekutif terkait proyek Metaverse yang terus merugi sejak tahun 2022.
Dalam rapat sebelum pengumuman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terhadap lebih dari 11.000 karyawan Meta, sejumlah eksekutif menyampaikan kekhawatiran bahwa Meta telah menghabiskan terlalu banyak untuk proyek Metaverse.
Beberapa bahkan mencoba mengingatkan Mark Zuckerberg agar menyadari bahwa perusahaan telah mengeluarkan banyak untuk Metaverse dengan mengorbankan bisnis inti, yaitu jejaring sosial.
"Ada kekhawatiran yang berkembang di kalangan eksekutif bahwa Meta telah menghabiskan terlalu banyak untuk proyek Metaverse dan mencoba menyadarkan tuan Zuckerberg dari ambisinya," kata dua eksekutif yang terlibat dalam rapat tersebut, seperti dikutip The New York Times, Kamis (10/11/2022).
Meta telah menghabiskan miliaran dolar untuk produk-produk terkait metaverse seperti headset realitas virtual, meskipun produk semacam itu adalah niche dan tidak memberi jaminan bahwa orang akan berbondong-bondong ke sana.
Dalam laporan pendapatannya bulan lalu, Meta mengungkapkan bahwa Reality Labs, bagian dari perusahaan yang mengerjakan metaverse, mengalami kerugian operasi sebesar 3,67 miliar dolar AS atau sekitar Rp56,927 triliun.
Reality Labs juga mengalami pendapatan terendah sejak kuartal terakhir tahun 2020. Perusahaan memperkirakan kerugian operasional untuk Reality Labs meningkat tahun depan.
Dalam pengumuman PHK massal pada Rabu (9/11/2022, diketahui bahwa tim peneliti yang bekerja untuk Reality Labs tidak terkena dampak.
Mr. Zuckerberg mengendalikan Meta melalui struktur saham khusus yang secara efektif memungkinkan dia sendiri untuk menentukan arah perusahaan.
Ini juga membantu melindunginya dari risiko dipaksa keluar dari kekuasaan oleh investor luar, tidak seperti eksekutif seperti John Foley dari perusahaan kebugaran Peloton, yang harus mundur setelah salah menghitung dampak ekonomi dari pandemi.
Editor: Jeanny Aipassa