Menteri ATR Hadi Tjahjanto Minta Biaya Layanan PPAT Diseragamkan
JAKARTA, iNews.id - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menyampaikan sejumlah keluhan masyarakat tentang mahalnya biaya layanan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tak hanya itu, menurutnya saat ini terdapat banyak keluhan terkait lamanya proses pelayanan pertanahan.
Terkait hal itu, Hadi meminta layanan PPAT untuk tidak memberatkan masyarakat dalam pelayanan pertanahan, salah satunya dengan keseragaman biaya.
"Saya meminta agar adanya keseragaman biaya layanan PPAT kepada masyarakat. Saya minta agar rakyat tidak dipersulit dengan tingginya biaya layanan yang dibebankan," ujar Hadi dalam keterangannya, Jumat (7/10/2022).
Hadi menambahkan, Kementerian ATR/BPN bersama PPAT memiliki tugas bagaimana meringankan rakyat untuk bisa memiliki Sertifikat Hak atas Tanah, tidak boleh mempersulit dan harus tahu betul apa yang dirasakan masyarakat.
"Oleh sebab itu, pada kesempatan ini saya juga meminta distribusi penempatan PPAT agar tersebar lebih merata di seluruh wilayah Republik Indonesia dan diberikan pembekalan yang benar-benar tepat bagaimana melayani masyarakat di daerah," kata dia.
Lebih lanjut, Hadi mengungkapkan, dirinya banyak mendapatkan laporan terkait keterlibatan oknum PPAT dalam mafia tanah. Dirinya menegaskan bahwa tidak takut dengan mafia tanah, siapa pun akan disikat untuk membela dan memberikan kerja baik bagi masyarakat.
"Kita semua untuk rakyat, ingat. Bapak/Ibu, dari hasil yang saya dapatkan di lapangan ada lima oknum mafia tanah yang bermain. Pertama oknum BPN, kedua oknum pengacara, ketiga oknum PPAT, kalau ada yang ketahuan ingat janji saya pasti selesai. Keempat adalah oknum camat karena camat adalah PPAT sementara dan kelima oknum kepala desa," ucap Hadi.
Oleh sebab itu, Hadi mengimbau kepada seluruh jajaran PPAT untuk memperkuat komitmen agar sama-sama dengan memberantas mafia tanah.
"Untuk itu, saya ucapkan banyak terima kasih. Yakinlah kalau kita membantu rakyat kita akan masuk surga," tuturnya.
Editor: Aditya Pratama