Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : 5 Fakta Pria Bunuh Diri karena Terjerat Pinjol, Pinjam Rp9,4 Juta Harus Bayar Rp19 Juta
Advertisement . Scroll to see content

Nasabah AdaKami Diduga Bunuh Diri Karena Teror Debt Collector, Warganet Pertanyakan Pengawasan OJK

Kamis, 21 September 2023 - 13:24:00 WIB
Nasabah AdaKami Diduga Bunuh Diri Karena Teror Debt Collector, Warganet Pertanyakan Pengawasan OJK
Kasus dugaan bunuh diri nasabah AdaKami membuat warganet menyoroti pengawasan OJK. (foto: dok iNews)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Kabar mengenai nasabah pinjaman online (Pinjo) AdaKami yang diduga bunuh diri akibat teror Debt Collector membuat warganet mempertanyakan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Berdasarkan unggahan akun Twitter @rakyatvspinjol pada 17 September 2023 lalu, korban diketahui berinisial K, berjenis kelamin pria, sudah berkeluarga dan memiliki anak berumur tiga tahun. Korban dikabarkan mengakhiri hidupnya pada Mei 2023.

K disebut meminjam uang di AdaKami sebesar Rp9,4 juta. Namun, jumlah pinjaman tersebut membengkak, di mana dana yang harus dikembalikan korban menjadi hampir Rp19 juta. Besarnya dana yang harus dikembalikan disebut karena kebijakan biaya layanan pada platform AdaKami yang hampir 100 persen dari dana pinjaman.

Terkait peristiwa ini, warganet mempertanyakan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang belum mengatur perihal besaran biaya layanan pada platform pinjol.

Adapun, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebenarnya telah mengatur dalam code of conduct AFPI bahwa, jumlah total biaya pinjaman tidak melebihi suku bunga flat 0,8 persen per hari. Juga adanya ketentuan bahwa jumlah total biaya, biaya keterlambatan, dan seluruh biaya lain maksimum 100 persen dari nilai prinsipal pinjaman.

Akun Twitter @PartaiSocmed mempertanyakan peran pengawasan OJK terhadap ketentuan bunga berkedok biaya layanan pada platform AdaKami.

“Bunga mencekik dengan istilah biaya layanan yang hampir 100 persen dari pinjaman pokoknya. Apakah praktik culas begini diizinkan oleh OJK?” tulis akun @PartaiSocmed pada 19 September 2023 lalu.

Masih pada media sosial yang sama, akun @txtdrdigital juga menyayangkan tidak diaturnya perihal biaya layanan pinjaman online. Karena hal tersebut, ketentuan biaya layanan yang hampir 100 persen dari dana pinjaman akan sulit disebut sebagai pelanggaran hukum.

Akun tersebut juga geram terhadap praktik iklan atau copywriting yang dilakukan AdaKami. Platform AdaKami dinilai melakukan eksploitasi ketidaktahuan masyarakat dengan menggunakan istilah yang tidak umum.

“AdaKami, copywriting lo jahat banget sih,” tulis akun @txtdrdigital. Selain itu, akun ini juga menyampaikan keluhan terkait respons OJK yang dinilai tidak memberikan solusi.

Dalam unggahannya, OJK merespons dengan kalimat, “Terima kasih atas informasinya. OJK melakukan pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan yang berizin OJK, termasuk pinjaman online atau fintech lending. Fintech lending dilarang menagih menggunakan teror, ancaman, atau menyebarkan data pribadi,” demikian respons yang diunggah OJK dalam akun Twitter resminya.

Warganet lainnya dengan akun Twitter @Pohon_Bambu** menyampaikan bahwa, sudah selayaknya OJK sebagai regulator yang membawahi Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) menerbitkan kebijakan untuk menghapus biaya layanan pinjaman online yang besaran nilainya sama dengan utang pokok atau outstanding. Ia mengatakan, OJK harus bisa menertibkan praktik penagihan yang dilakukan perusahaan pinjaman online.

Kejadian diduga bunuh diri karena teror penagihan utang yang terjadi dinilai sangat fatal. Ia menilai, perusahaan pinjol melakukan penipuan karena tidak mencantumkan informasi terkait biaya layanan yang akan ditanggung peminjam.

“Biaya layanan itu ada di dalam iklannya atau tidak? Kalau gak ada artinya iklan pinjol telah melanggar Undang-undang perlindungan konsumen,” tulis akun @Pohon_Bambu** dalam unggahannya.

Warganet dengan akun Twitter @mur1997** menyarankan kepada OJK untuk mengadakan program uji praktik pinjaman online. Mekanisme yang disarankan yakni, sejumlah pegawai OJK ditugaskan untuk meminjam uang di berbagai aplikasi pinjaman online, kemudian jika ditemukan pelanggaran seperti biaya layanan yang membengkak, maka OJK dapat segera mengambil langkah konkrit untuk menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan pinjaman online yang melanggar.

Tak hanya itu, warganet dengan akun Twitter @mejagamb** juga menyayangkan kurangnya sosialisasi dan edukasi yang masif kepada masyarakat terkait pinjaman online. Ia menyebut, kebanyakan informasi yang berhubungan dengan aturan, jika sudah rilis ke khalayak umum, maka keseluruhan masyarakat dianggap sudah mengetahui secara rinci ketentuan tersebut. Padahal, literasi masyarakat terbilang masih rendah dan akan berbahaya jika tidak ada sosialisasi yang masif.

“Kalau gak ada sosialisasi langsung atau masif, aturan-aturan mencekik seperti itu (biaya layanan tinggi) cuma bakal diketahui sama orang-orang yang emang kepo soal aturan atau bentuk fintech lending itu apa,” unggah akun @mejagamb**.

Terkait peristiwa dugaan bunuh diri yang dilakukan nasabahnya, pihak AdaKami telah memenuhi panggilan OJK untuk melakukan proses klarifikasi pada Rabu (20/9/2023). Adapun, agenda pertemuan lanjutan juga akan dilakukan pada hari ini (21/9/2023) untuk memaparkan kronologis dan bukti-bukti berdasarkan data yang terkumpul secara faktual. 

“Saat ini proses investigasi belum berlangsung dengan baik karena keterbatasan informasi yang ada mengenai pengguna,” kata Direktur Utama AdaKami, Bernardino Moningka Vega Jr. dalam keterangan resminya, Kamis (21/9/2023).

Bernardino menyampaikan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti dengan upaya mendapatkan data pribadi lengkap seperti nama lengkap korban, nomor KTP dan nomor ponsel untuk dilakukan pemeriksaan apakah korban benar nasabah AdaKami yang memiliki tunggakan dan melacak rekam proses penagihan.

Menurut dia, data pribadi ini menjadi kunci keberlangsungan investigasi yang menyeluruh, dan untuk memastikan setiap aktivitas yang terjadi di platform AdaKami sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku. 

Berdasarkan pengecekan AdaKami terhadap nomor penagih yang beredar di media sosial, Bernardino membeberkan bahwa saat ini hasil penyelidikan menunjukkan bahwa nomor tersebut tidak terdaftar dalam sistem AdaKami. 

“Apabila memang terbukti terjadi tindakan pelanggaran penagihan dengan kekerasan seperti yang dilaporkan, maka AdaKami siap menjalankan tindakan hukum,” ujar Bernardino.

Editor: Jeanny Aipassa

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow

Related News

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut