Nilai Pemerintah Semena-mena Terhadap Hak Pekerja, ASPEK Tuntut Pembatalan Permenaker No.2/2022
JAKARTA, iNews.id - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) menuntut pemerintah membatalkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 (Permenaker No.2/2022).
Sekretaris Jenderal Aspek Indonesia, Sabda Pranawa Jati, menilai Permenaker No.2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, menunjukkan pemerintah telah bertindak semena-mena terhadap hak pekerja.
Seperti diketahui, Permenaker No.2/2022 yang diterbitkan pada 4 Februari 2022, menyebut klaim Jaminan Hari Tua (JHT), dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun.
Sedangkan dalam Permenaker No.19 tahun 2015, manfaat JHT dapat dicairkan untuk pekerja yang berhenti bekerja, baik karena mengundurkan diri maupun karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), yang dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal PHK.
"Terkait dengan itu, Aspek Indonesia mendesak Pemerintah untuk membatalkan Permenaker No.2 tahun 2022, dan kembali pada Permenaker No.19 tahun 2015," kata Sabda, di Jakarta, Sabtu (12/2/2022).
Dia menjelaskan, pemerintah tak memiliki hak menahan dana JHT karena murni berasal dari iuran yang dibayar perusahaan dan pekerja. Komposisi iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan oleh pekerja melalui pemotongan gaji setiap bulannya sebesar 2 persen dari upah sebulan dan 3,7 persen dari upah sebulan dibayar oleh pemberi kerja atau perusahaan.
“Pemerintah jangan membuat kebijakan yang merugikan pekerja dan rakyat Indonesia! JHT itu adalah hak pekerja, karena iurannya dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri! Tidak ada alasan untuk menahan uang pekerja, karena JHT yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan itu adalah dana milik nasabah yaitu pekerja, bukan milik Pemerintah," ujar Sabda.
Dia mengungkapkan, di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan baru, seharusnya dana JHT bisa dipergunakan untuk modal usaha. Maraknya PHK massal dan penutupan usaha di berbagai sektor, adalah kegagalan Pemerintah untuk bisa memberikan jaminan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi rakyat Indonesia.
Kegagalam tersebut bukannya diperbaiki pemerintah, malah semakin diperparah dengan menerbitkan peraturan yang mempersulit pekerja untuk bisa mendapatkan hak atas dana yang sesungguhnya menjadi milik pekerja.
“Pemerintah jangan semena-mena menahan hak pekerja! Karena faktanya, banyak korban PHK dengan berbagai penyebabnya, yang membutuhkan dana JHT miliknya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau memulai usaha setelah berhenti bekerja. Banyak juga pekerja yang di-PHK tanpa mendapatkan pesangon, antara lain karena dipaksa untuk mengundurkan diri dari perusahaan. Sehingga pekerja sangat berharap bisa mencarikan JHT yang menjadi haknya," ujar Sabda.
Editor: Jeanny Aipassa