Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Ini Wilayah-Wilayah Arab Saudi yang Diselimuti Salju, dari Pegunungan hingga Gurun
Advertisement . Scroll to see content

OPEC+ Bakal Pangkas Produksi Minyak 2 Juta Bph meski Ada Tekanan dari AS

Kamis, 06 Oktober 2022 - 06:40:00 WIB
OPEC+ Bakal Pangkas Produksi Minyak 2 Juta Bph meski Ada Tekanan dari AS
OPEC+ bakal pangkas produksi minyak 2 juta bph meski ada tekanan dari AS . (Foto: Reuters)
Advertisement . Scroll to see content

RIYADH, iNews.id - Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya atau OPEC+ akan memangkas produksi minyak sebanyak 2 juta barel per hari (bph), yang merupakan pemotongan terbesar sejak awal pandemi Covid. Pemangkasan ini akan mulai dilakukan bulan depan meski ada tekanan dari Amerika Serikat (AS). 

Kelompok produsen minyak utama, yang terdiri atas Arab Saudi dan Rusia mengumumkan pengurangan produksi minyak setelah pertemuan pertama sejak Maret 2022, pada Rabu (5/10/2022) waktu setempat. Pengurangan tersebut setara dengan 2 persen dari permintaan minyak global. 

Keputusan tersebut berisiko mendorong harga bensin lebih tinggi karena naiknya harga minyak mentah. Harga minyak mentah Brent melonjak lebih dari 1 persen menjadi hampir 93 dolar AS per barel, sementara minyak AS melesat 1,5 persen menjadi 87,75 dolar AS setelah pengumuman tersebut.

Presiden AS Joe Biden menyatakan kekhawatirannya tentang pemangkasan besar-besaran produksi minyak oleh OPEC+.

"Saya perlu melihat detailnya seperti apa. Saya khawatir, itu (pemangkasan produksi minyak) tidak perlu," katanya, dikutip dari CNN Business, Kamis (6/10/2022). 

Pengurangan produksi akan dimulai pada November mendatang, dan OPEC serta sekutunya akan bertemu lagi pada Desember 2022. OPEC+ menyatakan keputusan memangkas produksi dibuat menyusul ketidakpastian yang mengelilingi prospek ekonomi dan pasar minyak global.

Adapun harga minyak global, yang melonjak pada paruh pertama tahun ini telah turun tajam di tengah kekhawatiran resesi global akan menekan permintaan. Minyak mentah Brent turun 20 persen sejak akhir Juni. Minyak patokan global itu mencapai puncaknya di 139 dolar AS per barel pada Maret setelah invasi Rusia ke Ukraina.

OPEC dan sekutunya, yang mengendalikan lebih dari 40 persen produksi minyak global berupaya mencegah penurunan permintaan minyak akibat perlambatan ekonomi yang tajam di China, AS, dan Eropa. Sanksi Barat terhadap minyak Rusia juga memperkeruh suasana. 

Produksi minyak Rusia bertahan lebih baik dari yang diperkirakan, dengan pasokan dialihkan ke China dan India. AS dan Eropa sekarang sedang mencari cara menerapkan perjanjian G7 untuk membatasi harga ekspor minyak mentah Rusia ke negara-negara ketiga.

OPEC+ berada di bawah tekanan kuat dari Gedung Putih menjelang pertemuannya di Wina karena Biden mencoba mengamankan harga energi yang lebih rendah bagi konsumen AS. Pejabat senior administrasi Biden melobi rekan-rekan mereka di Kuwait, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk menentang pemangkasan produksi minyak.

Prospek pengurangan produksi dibingkai sebagai 'bencana total' dalam draft poin pembicaraan yang diedarkan oleh Gedung Putih ke Departemen Keuangan pada awal pekan ini. 

"Penting bagi semua orang untuk menyadari seberapa tinggi taruhannya," ujar seorang pejabat AS.

Satu bulan sebelum keputusan tersebut dimulai, harga bensin AS mulai merangkak naik lagi. Ini menimbulkan risiko politik yang berusaha dihindari Gedung Putih. Naiknya harga minyak bisa berarti inflasi tetap lebih tinggi, lebih lama, dan menambah tekanan pada Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga lebih agresif.

Editor: Jujuk Ernawati

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut