OPEC+ Putuskan Kurangi Produksi Minyak Mulai November, Ini Ancaman AS
NEW YORK, iNews.id - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengancam akan mengambil sejumlah tindakan menyikapi keputusan OPEC+ yang akan mengurangi produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari mulai November 2022.
Gedung Putih melaporkan Presiden Joe Biden marah besar dengan keputusan OPEC+ tersebut dan mengecamnya sebagai keputusan politik "berpandangan sempit" dan bukan untuk menstabilkan harga minyak.
Seperti diketahui OPEC dan Rusia, sebuah kelompok yang sering disebut sebagai OPEC+, dalam pertemuan di Wina, Austria, pada Rabu (5/10/2022), sepakat mengurangi produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari mulai November.
Langkah ini dirancang untuk memacu pemulihan harga minyak mentah yang telah turun menjadi sekitar 80 dolar AS per barel dari kisaran 120 dolar AS per barel pada awal Juni 2022.
Keputusan OPEC+ itu membuat harga minyak mentah Brent naik pada Kamis (6/10/2022), diperdagangkan di 93,55 dolar AS per barel, naik sekitar 0,2 persen dari harga sehari sbeelumnya. AS West Texas Intermediatejuga naik 0,1 persen menjadi 87,81 dolar AS.
Menyikapi keputusan OPEC+ tersebut, Gedung Putih melaporkan, Presiden Joe Biden telah memerintahkan Departemen Energi untuk melepaskan 10 juta barel lagi dari Cadangan Minyak Strategis bulan depan.
"Presiden Biden kecewa dengan keputusan picik OPEC+ untuk memangkas kuota produksi sementara ekonomi global menghadapi dampak negatif lanjutan dari invasi Putin ke Ukraina,” bunyi pernyataan Gedung Putih, seperti dikutip The New York Times, Kamis (6/8/2022).
Tak hanya itu, AS pun mengancam akan segera memproses pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) No Oil Producing and Exporting Cartels atau NOPEC.
RUU NOPEC dirancang untuk melindungi konsumen dan bisnis AS dari lonjakan harga minyak akibat permainan ataua kebijakan buatan OPEC.
RUU yang telah diloloskan oleh Senat AS pada awal Mei 2022, namun belum disahkan Kongres AS itu, dapat membawa negara-negara OPEC dan mitranya ke tuntutan hukum karena mengatur pengurangan pasokan yang menaikkan harga minyak mentah dunia.
Tak hanya itu, RUU NOPEC juga mengarahkan OPEC dapat dituduh sebagai kartel, sehingga AS dan negara-negara sekutunya dapat menjatuhkan sanksi jika OPEC dinilai mempermainkan harga minyak. Agar berlaku, RUU NOPEC itu perlu disahkan oleh Kongres AS, sebelum ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden.
“Mengingat tindakan OPEC yang membatasi produksi minyak, Administrasi Biden akan berkonsultasi dengan Kongres tentang alat dan otoritas tambahan untuk mengurangi kontrol OPEC atas harga minyak,” bunyi pernyataan Gedung Putih.
Gedung Putih menegaskan, OPEC selalu mengatakan bahwa mereka menjauhkan politik dari keputusan mereka, namun keputusan yang dibuat di Wina tidak dapat disangkal adalah keputusan politis yang berpotensi menimbulkan gejolak harga minyak.
"Peluit anjing hari ini dapat ditafsirkan sebagai tanda bahwa Presiden Biden tidak akan selalu menghalangi pemungutan suara atas RUU NOPEC yang akan menyatakan OPEC sebagai kartel dan membuat anggota tunduk pada undang-undang anti-trust Sherman," kata Herman Wang, ahli strategi RBC Capital Markets.
Editor: Jeanny Aipassa