Pandemic Fund Akan Perkuat Industri Kesehatan Indonesia
JAKARTA, iNews.id - Pandemic Fund (Dana Pandemi) untuk pencegahan, persiapan, dan respons bagi ancaman pandemi yang telah disepakati negara-negara anggota G20 akan memperkuat industri kesehatan Indonesia.
Pada Minggu (13/11/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan Pandemic Fund, di sela-sela penyelenggaraan KTT G20, di Nusa Dua, Bali. Indonesia telah memberikan kontribusi sebesar 50 juta dolar AS untuk mendukung pandemic fund.
Berdasarkan kajian Bank Dunia dan WHO, Presiden Jokowi menyebut dunia membutuhkan 31,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp481 triliun per tahun untuk memenuhi inisiatif itu. Untuk itu, Jokowi mendorong pemimpin negara G20 turut mendukung pandemic fund untuk menangani pandemi dan problem kesehatan global.
Menurut Chairman PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO), John Riady, industri kesehatan di Tanah Air harus segera merespons pandemic fund yang diluncurkan Presiden Jokowi dengan melakukan evaluasi dan pemetaan persoalan di industri kesehatan, serta menguatkan ekosistemnya.
John mengatakan, pemetaan dan penguatan industri kesehatan nasional, sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di masa depan, khususnya melalui penambahan jumlah rumah sakit, dokter, dan tenaga kesehatan.
"Ini penting mengingat, lebih dari 60 persen rumah sakit di Indonesia adalah swasta,” kata John, di Jakarta, Rabu (16/11/2022).
Dia menjelaskan, dengan populasi penduduk sekitar 270 juta jiwa, belanja sektor kesehatan Indonesia tercatat hanya sekitar 3,1 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Nilai tersebut sangat rendah dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Padahal sektor kesehatan merupakan salah satu tulang punggung kemajuan kualitas manusia sehingga diperlukan gerak cepat seluruh pihak.
"Untuk itu, diperlukan partisipasi seluruh pihak untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan di Indonesia sehingga lebih ideal," ujar John.
Dia mengungkapkan, ketidaksiapan industri kesehatan di Indonesia sudah terbukti menguntungkan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Australia.
Data yang dirilis Indonesia Services Dialog (ISD) menunjukkan bahwa setiap tahun setidaknya orang Indonesia mengeluarkan uang Rp100 triliun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di luar negeri.
Selain itu, jumlah orang Indonesia yang berobat ke luar negeri meningkat hampir 100 persen dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Pada tahun 2006, terdapat 350.000 orang pasien asal Indonesia, tahun 2015 melonjak menjadi 600.000 pasien.
“Presiden Jokowi sudah mengungkapkan keprihatinannya karena banyak orang Indonesia yang pergi ke luar negeri. Bukan karena liburan, melainkan lebih memilih berobat di luar negeri ketimbang di dalam negeri,” ungkap John.
Dia mengungkapkan, salah satu alasan pasien berobat ke luar negeri adalah layanan kesehatan di Indonesia belum berkualitas. Sementara itu, dari sisi kuantitas, John mendapati data bahwa Indonesia hanya memiliki rasio ranjang 1,33 per 1.000 orang.
Hal itu dibuktikan SILO yang merupakan rumah sakit pertama yang bekerja sama dengan Gleneagle Hospital Singapore dan mendapatkan akreditasi Joint Commission International atau JCI. Akreditasi ini merupakan standar layanan kesehatan berkelas internasional.
Sejak 2011, Lippo Group bahkan telah mengoperasikan RS Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Building of Hope Siloam Semanggi yang merupakan rumah sakit khusus kanker kedua di Indonesia, setelah RS Kanker Dharmais.
Selain persoalan rumah sakit dengan layanan berkualitas, John melihat Indonesia masih menghadapi problem minimnya jumlah dokter. Saat ini, jumlah dokter hanya sekitar 81.011 orang, dengan persebaran terbanyak di Pulau Jawa, terutama Jabodetabek dengan rasio mencapai 0,3 per 1.000 orang.
Meski demikian, keterbatasan tersebut rupanya tidak berkorelasi pada kualitas dokter-dokter di Indonesia yang kemampuannya melampaui kolega dokter di luar negeri, karena terbiasa menghadapi persoalan kesehatan lebih kompleks dan berat.
John memaparkan, solusi jangka pendek yang dapat dilakukan adalah implementasi relaksasi regulasi yang mengizinkan investasi asing ke industri Rumah sakit hingga 67 persen dan pasal Omnibus Law terkait praktik dokter asing sebagai pemacu pertumbuhan industri dalam negeri.
Dia menambahkan, pandemi Covid-19 hingga terwujudnya inisiasi pandemic fund dalam G20 semestinya menjadi momentum yang harus memacu industri kesehatan di Indonesia.
"Jadi kita tidak saja siap menangani pandemi, namun mempersiapkan diri dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan di tengah pertumbuhan ekonomi masyarakat yang menuntut pelayanan kesehatan yang semakin tinggi,” tutur John.
Editor: Jeanny Aipassa