Perajin Mukena Sulam Kebanjiran Pesanan Jelang Lebaran, Melonjak 100 Persen
MALANG, iNews.id - Perajin mukena sulam kebanjiran pesanan menjelang Hari Raya Idulfitri 1443 Hijriah atau Lebaran 2022. Banyaknya pesanan membuat perajin mukena terpaksa menunda order puluhan pesanan yang datang hingga usai Lebaran.
Pesanan itu datang jauh-jauh hari sebelum Ramadan. Pasalnya, satu produk mukena sulam memerlukan waktu pengerjaan sekitar satu bulan. Dibantu beberapa pekerjanya dan siswa-siswi SMK yang sedang praktek magang, pemilik usaha Nurul Hidayati mengerjakan pesanan mukena dan kerudung sulam di rumahnya di Jalan Sunan Muria II, Kelurahan Lowokwaru, Kota Malang.
Terlihat sejumlah perempuan muda tengah menjahit membentuk pola sulaman dari mukena dan beberapa fashion yang dipesan pembeli. Sementara di bagian lain, beberapa anak muda tengah memotong kain untuk dijadikan pola sesuai permintaan pembeli.
Nurul mengatakan, para pekerjanya harus lebih ekstra bekerja di tengah melonjaknya pesanan menjelang Hari Raya Idulfitri. Bahkan beberapa pesanan sudah dikerjakannya sebelum Ramadan datang.
"Kita banyak menerima pesanan, banyak mengerjakan untuk bulan ini jadi memang proses produksinya yang panjang kita ordernya dimulai jauh-jauh hari," kata Nurul Hidayati di rumah produksi Almira Fashion.
Pelonggaran beberapa aturan terkait pandemi Covid-19 dan diperbolehkannya mudik menjadikan produksi mukena dan kerudung sulam dengan brand Almira Handmade, meningkat 100 persen dibandingkan tahun lalu. Tahun ini, setidaknya ada 500 lebih pesanan, yang didominasi oleh mukena sulam.
"Naik 100 persen dibanding tahun kemarin pada saat Corona. Hampir sudah mendekati normal, hampir mirip dengan tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.
Pesanan itu disebutnya datang dari beberapa kota besar di seluruh Indonesia, mulai dari Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Bandung, hingga Jambi. Bahkan beberapa pesanan datang dari luar negeri seperti Malaysia untuk Lebaran 2022.
"Jadi kita kalau untuk seperti ini momen saja, menjelang puasa dan Lebaran kerudung, ada permintaan mukena jadi seperti itu. Jadi kalau untuk produk-produk, kecuali yang lain untuk baju seperti itu yang continue tapi per musim biasanya," tutur dia.
Guna memaksimalkan kualitas produksi mukena dan kerudung miliknya, dia sudah memproduksi jauh-jauh hari sebelum Ramadan tiba. Beberapa mukena sulam dan kerudung sulam bahkan telah diproduksi setelah Hari Raya Idul Adha, lamanya proses pengerjaan produk dan mengutamakan kualitas membuatnya tak bisa sembarangan menerima pesanan.
"Jadi sampai close order sudah di bulan Ramadan jadi tidak menerima pesanan tinggal ngambil-ngambil seperti itu saja. (Yang ditolak) Banyak puluhan, bukan ditolak, sudah kita pending, kita kerjakan setelah Lebaran. Sudah banyak puluhan yang mengantri, beberapa sudah dikerjakan tinggal nyulam," ujarnya.
Apalagi dari sekitar 100 ibu-ibu yang diberdayakan menyulam di rumah, sebagian besar ada yang berkuranh meninggal dunia akibat Covid-19 varian Delta pada pertengahan tahun lalu. Nurul hanya dibantu tiga pekerja tetap di rumah produksinya, yang menjahit dan membentuk pola-pola sulaman pada mukena dan kerudungnya.
Sedangkan beberapa ibu-ibu yang tersisa kini harus bekerja ekstra mengerjakan sulaman mukena tangan, dari rumah masing-masing di tengah banyaknya pesanan yang datang. Dia beralasan belum menambah pekerja lagi karena membuat produk fashion sulam bukanlah perkara mudah, memerlukan pelatihan, ketelitian, dan ketekunan, yang tidak sembarangan orang bisa melakukannya.
"(Penambahan pekerja) Enggak ada, kalau pengurangan iya karena banyak meninggal kena Covid. Penambahan pekerja masih belum, karena untuk menambah pekerja di tempat kami perlu latihan, perlu harus dilatih dulu dengan jam terbang yang agak lama," ujarnya.
Kendala lain yang dihadapi Nurul yakni tingginya biaya produksi. Kenaikan harga kain per meternya mencapai 10 persen menjadikan beban produksi bertambah, beruntung beberapa jenis kain masih mempunyai stok dari produksi lama saat Covid-19 sedang tinggi-tingginya.
"Untungnya kita masih punya stok, itu makanya kita tidak naik itu karena kain itu kita banyak karena terhenti oleh Covid kemarin," ucapnya.
Nurul juga harus menambah ongkos kepada para pekerja di tengah kenaikan harga sejumlah kebutuhan pangan pokok. Meski demikian, dia belum berani menaikkan harga produknya karena berniat kembali membuka pasar di tengah melonggarnya aturan pandemi Covid-19. Diya memilih keuntungannya berkurang sedikit dibandingkan harus kehilangan beberapa pelanggan tetapnya.
"Kita enggak bisa menaikkan harga jual, karena kita masih mencari pasar lagi. Jadi membuka pasar lagi seperti sebelum Covid. Meskipun semuanya pada naik, jadi kita menurunkan margin keuntungan saja. Tahun ini, kita menangnya karena di kuantitas banyak pesanan," tuturnya.
Editor: Jujuk Ernawati