Proses PKPU Kelar, Garuda Indonesia Berhasil Turunkan Utang 81 Persen
JAKARTA, iNews.id - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) berhasil menurunkan utang sebesar 81 persen dari total utang Rp138 triliun. Pengurangan ini setelah kreditur menyepakati adanya homologasi atau kesepakatan damai dalam Penundaan Pembayaran Kewajiban Utang (PKPU).
Nilai utang sebesar Rp138 triliun berasal dari piutang 365 kreditur yang hadir dalam pemungutan suara atau voting terkait persetujuan proposal perdamaian Garuda Indonesia. Namun, headcount atau jumlah suara yang sepakat mencapai 347 kreditur atau setara 95 persen. Total kreditur yang menyetujui setara dengan Rp122 triliun.
Namun, secara keseluruhan utang Garuda Indonesia yang tercatat dalam Daftar Piutang Tetap (DPT) yang telah diverifikasi Tim Pengurus PKPU mencapai Rp142 triliun.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko menyebut dengan persentase pengurangan utang sebesar 81 persen, maka kewajiban yang harus dibayarkan Garuda Indonesia hanya 19 persen dari total utang.
"Untuk utang ke belakang juga menarik karena kita mendapatkan pengurangan utang sebesar 81 persen, jadi utang secara net present value, yaitu turun 81 persen sehingga utang kita tinggal 19 persen," kata Tiko, Selasa (28/6/2022).
"Kalau kita gunakan nominal value turunnya 50 persen, jadi ini ada dua memang, sebagai contoh utang himbara atau bank kita panjangkan, jadi utang yang sangat panjang namun percent value-nya lebih rendah, dan ini dua-duanya silahkan dilihat secara percent value turun 81 persen kalo nominal 50 persen," imbuh dia.
Dia mencatat, Garuda Indonesia telah menyelesaikan dua permasalahannya usai melewati PKPU. Pertama, menyelesaikan penurunan kewajiban utang. Ini penting bagi perusahaan karena bisa menurunkan liabilitas agar neraca perusahaan menjadi sehat
Lalu, melakukan negosiasi terkait leasing rate atau harga sewa pesawat. Tiko memastikan Garuda mampu mengoptimalkan atau menekan harga sewa pesawat yang digunakan ke depan.
"Jadi kita pahami di masa lalu permasalahan utama Garuda adalah jumlah pesawat yang banyak dan sewa pesawat atau leasing rate yang terlalu mahal, sehingga Garuda selama bertahun-tahun sulit mendapatkan profitabilitas karena pesawat terlalu banyak dan terlalu mahal, termasuk salah satu masalah hukum yang kemarin diumumkan soal ATR dan CJR," tuturnya.
Editor: Jujuk Ernawati