Rusia Ngaku Ekonominya Kena Pukulan Serius, Ini Penyebabnya
MOSKOW, iNews.id - Rusia mengaku perekonomiannya saat ini terkena pukulan serius. Hal ini diakibatkan isolasi negara yang semakin meningkat dan menambah tekanan pada sistem keuangan yang mulai goyah.
Saat ini, Apple, Airbus, Boeing, ExxonMobil, dan Ford bergabung dengan daftar perusahaan yang menutup atau menangguhkan operasi mereka di Rusia sebagai tanggapan atas invasi Ukraina dan sanksi Barat. Selain itu, Rubel melemah lagi untuk diperdagangkan pada 112 terhadap dolar AS.
"Ekonomi Rusia mengalami pukulan serius," ujar Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam panggilan telepon dengan wartawan asing dikutip dari CNN Business, Rabu (2/3/2022).
"Tapi ada batas keamanan tertentu, ada potensi, ada beberapa rencana, pekerjaan sedang berlangsung," sambungnya.
Peskov menanggapi pertanyaan tentang pernyataan Presiden AS Joe Biden dalam pidato kenegaraannya bahwa ekonomi Rusia dibiarkan "terguncang" dari sanksi.
Sebelumnya, Sberbank, pemberi pinjaman terbesar Rusia, mengatakan bahwa pihaknya keluar dari Eropa, dengan pengecualian Swiss, setelah regulator perbankan di Austria memaksa penutupan anak perusahaan Uni Eropa yang berbasis di Wina.
Bank Sentral Eropa telah memperingatkan awal pekan ini bahwa Sberbank Eropa kemungkinan akan gagal setelah para deposan bergegas menarik uang mereka menyusul pengenaan sanksi Barat pada sebagian besar sistem keuangan Rusia.
Sberbank mengatakan bahwa anak perusahaannya telah menghadapi aliran dana yang luar biasa dan sejumlah masalah keamanan mengenai karyawan dan kantornya.
Adapun sanksi perbankan adalah bagian dari paket tindakan yang lebih luas yang telah diambil Barat, dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap ekonomi penting Rusia. Ini bertujuan memotong dana untuk upaya perang Presiden Rusia Vladimir Putin. Prancis memperkirakan bahwa aset Rusia senilai 1 triliun dolar AS telah dibekukan, termasuk sekitar setengah dari cadangan perang pemerintah Rusia.
Moskow telah menanggapi dengan serangkaian tindakan darurat yang bertujuan untuk mencegah krisis keuangan, menghentikan aliran uang keluar dari negara itu dan menjaga cadangan mata uang asingnya. Bank sentral menaikkan suku bunga lebih dari dua kali lipat menjadi 20 persen dan melarang pialang Rusia menjual sekuritas yang dipegang oleh orang asing.
Selain itu, Pasar saham Rusia ditutup sejak Senin dan belum dibuka kembali sejak itu. Kemudian, bank sentral mengatakan akan tetap tutup pada hari Rabu.
Pemerintah juga telah memerintahkan eksportir untuk menukar 80 persen dari pendapatan mata uang asing mereka dengan rubel, dan melarang penduduk Rusia melakukan transfer bank di luar negeri.
Pemerintah Rusia menyampaikan bahwa Putin sedang mengerjakan sebuah dekrit yang akan mencegah perusahaan asing keluar dari aset Rusia. Hal ini merupakan upaya untuk mencegah eksodus yang semakin meningkat minggu ini.
Putin juga menandatangani dekrit yang melarang orang mengambil lebih dari 10.000 dolar AS atau setara dalam mata uang asing dari negara itu menurut kantor berita negara TASS dan RIA.
Bank sentral melangkah lebih jauh dalam upayanya untuk menghentikan aliran uang ke luar negeri dengan menangguhkan transfer ke luar negeri dari rekening yang dimiliki oleh entitas perusahaan non-residen dan individu dari sejumlah negara. Pembatasan tidak berlaku untuk warga negara Rusia.
"Kondisi dalam sistem keuangan Rusia dan ekonomi yang lebih luas kemungkinan akan memburuk lebih lanjut di hari-hari dan minggu-minggu mendatang karena sanksi yang telah diumumkan mengambil korban mereka dan sanksi di masa depan menambah kejutan negatif yang berkelanjutan. Untuk masa mendatang, Rusia akan tetap terisolasi dari dunia barat dan pasar global utama," tulis ekonom senior Berenberg Kallum Pickering dalam sebuah catatan penelitian.
Editor: Aditya Pratama