Rusia Serang Pembangkit Listrik Ukraina, Harga Minyak Mentah Naik 0,86 Persen
JAKARTA, iNews.id - Harga minyak mentah (crude oil) mengalami kenaikan pada perdagangan Jumat (4/3/2022) siang, dipicu serangan Rusia ke pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina. Hingga pukul 12:56 WIB, minyak Brent kontrak Mei 2022 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) naik 0,86 persen di 111,41 dolar Amerika Serikat (AS) per barel, setelah turun dari puncaknya 119,77 dolar AS per barel.
Brent kontrak Juni 2022 menanjak 0,76 persen di 107,35 dolar AS per barel, dan Brent Juli 2022 melesat 1,52 persen di 104,57 dolar AS per barel.
Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak April 2022 di NYMEX juga menanjak 1,37 di 109,15 dolar AS per barel.
WTI kontrak Mei 2022 naik 1,46 persen di 106,11 dolar AS per barel, dan kontrak Juni 2022 tumbuh 1,42 persen di 102,17 dolar AS per barel.
Tren bullish harga minyak masih terus berlangsung merespons agresi militer Rusia ke Ukraina yang semakin intensif. Dalam perkembangan terakhir, Rusia menyerang pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia di Enerhodar, Ukraina.
Sanksi Barat ke Rusia sejak 24 Februari 2022, dikhawatirkan berimbas pada pengiriman minyak dari Rusia, sehingga berkontribusi terhadap kenaikan harga minyak.
Aktivitas perdagangan untuk minyak mentah Rusia diperkirakan sudah tampak membeku, para pembeli dipandang ragu-ragu berkat sanksi yang dijatuhkan terhadap Moskow, meskipun Rusia adalah pengekspor gabungan produk minyak mentah dan minyak terbesar di dunia.
Analis menilai reli harga minyak akan diimbangi oleh kemungkinan tambahan pasokan minyak dari Iran ke tingkat global.
"Kenaikan harga berkaitan dengan gangguan terhadap ekspor minyak Rusia, yang diimbangi berkat ada potensi lebih banyak pasokan minyak mentah Iran," kata analis Commonwealth Bank Of Australia Vivek Dhar kepada Reuters, Jumat (4/3/2022).
Vivek Dhar memperkirakan harga Brent di bursa berjangka masih akan bertahan di harga rata-rata 110 dolar AS per barel hingga kuartal kedua dan ketiga tahun ini.
Sementara itu, pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 tampaknya mendekati klimaks. Sebuah pertemuan tingkat menteri dilaporkan akan berlangsung segera.
"Risikonya adalah harga bisa naik di atas perkiraan kami dalam jangka pendek. Bahkan masuk akal saat Brent bisa menembus 150 dolar AS per barel," ujar Vivek.
Editor: Jeanny Aipassa