Sandiaga Uno Harap Desa Wisata Liya Togo di Wakatobi Bangkitkan Ekonomi Masyarakat
Pertama adalah keberadaan Benteng Liya atau yang dikenal juga sebagai Benteng Keraton yang merupakan peninggalan warisan dari Kerajaan Buton. Tidak seperti benteng pada umumnya, benteng di Desa Liya Togo terbuat dari susunan batu gunung dengan campuran putih telur dan kapur sebagai perekatnya.
Benteng seluas 52 hektare (ha) ini terdiri dari tiga lapis. Di setiap lapisan benteng, masyarakatnya tinggal berdampingan dan bersahaja dengan adat budayanya yang kuat.
Di dalam lapisan inti benteng, wisatawan bisa melihat keberadaan Masjid Mubarak, yakni masjid tertua ke-2 yang sudah dibangun sejak 1546 milik Kesultanan Buton. Masjid Mubarok menjadi saksi penyebaran Islam di Pulau Wangi-Wangi, yang saat ini masuk menjadi bagian dari Kabupaten Wakatobi.
Tak jauh dari masjid, terdapat makam tokoh adat, salah satunya makam Djilabu, yakni makam Menantu'u (kepala adat) Liya ke-1 yang menjadi penyiar agama Islam di Pulau Wangi-Wangi dan sekitarnya. Sementara di sisi selatan dekat dengan tugu Liya, terdapat Baruga, sebuah bangunan dari kayu yang menjadi tempat berkumpulnya masyarakat untuk melakukan musyawarah.
Dengan letaknya di daerah kepulauan, desa wisata ini juga memiliki ragam potensi wisata bahari lantaran banyak masyarakatnya yang berprofesi sebagai nelayan. Karenanya desa wisata ini juga menawarkan wisatawan pengalaman melihat keseharian masyarakat, seperti budidaya rumput laut (terbesar di Sulawesi Utara), memasak menu tradisional, dan lainnya.