Sekjen PBB Minta Perusahaan Migas Dikenai Pajak Tambahan, Ini Alasannya
NEW YORK, iNews.id - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak pemerintah negara-negara di dunia memungut pajak tambahan kepada perusahaan minyak dan gas (migas). Hal tersebut disampaikan lantaran besarnya keuntungan yang didapat perusahaan migas di tengah krisis energi dan ekonomi yang membebani masyarakat miskin.
"Tidak bermoral bagi perusahaan minyak dan gas untuk membuat rekor keuntungan dari krisis energi saat ini ketika di belakangnya masih ada masyarakat miskin, ditambah biaya besar bagi iklim," ujar Guterres dikutip dari US News, Kamis (4/8/2022).
"Saya mendesak semua pemerintah untuk mengenakan pajak atas keuntungan yang berlebihan ini, dan menggunakan dana tersebut untuk mendukung orang-orang yang paling rentan melalui masa-masa sulit ini," sambungnya.
Selain itu, Guterres juga mendesak masyarakat mengirim pesan kepada industri migas dan pemodal akan kerugian yang disebabkan oleh keserakahan mereka terhadap masyarakat miskin dan rentan, serta menimbulkan risiko bagi iklim bumi.
"Keserakahan yang mengerikan ini berdampak pada orang-orang yang paling miskin dan paling rentan, sambil menghancurkan satu-satunya rumah kita bersama," ucap Guterres.
Guterres mencatat, di kuartal II 2022, dua perusahaan minyak terbesar Amerika Serikat (AS) yakni Exxon Mobil Corp dan Chevron Corp yang berbasis di Inggris serta perusahaan TotalEnergies Prancis berhasil meraup keuntungan senilai 51 miliar dolar AS.
Kritik pun berdatangan dari sejumlah politisi dan pendukung konsumen terhadap perusahaan migas karena memanfaatkan kekurangan pasokan global untuk melipatgandakan keuntungan dan menipu konsumen.
Semua negara, dan terutama negara maju, harus mengelola permintaan energi. Menghemat energi, mempromosikan transportasi umum dan solusi berbasis alam adalah komponen penting.
"Ada juga kebutuhan untuk mempercepat transisi ke energi terbarukan, yang dalam banyak kasus lebih murah daripada bahan bakar fosil," kata dia.
Editor: Aditya Pratama