Serba Serbi Lebaran, Ketahui Asal Usul THR
JAKARTA, iNews.id - Selain mudik, peringatan Hari Raya Idul Fitri juga diwarnai dengan pembagian THR (Tunjangan Hari Raya). Tunjangan khusus ini diberikan kepada pegawai negeri sipis (PNS) dan Pekerja/Buruh di Perusahaan.
THR wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Namun siapa sangka, awalnya THR tidak bersifat wajib seperti sekarang.
THR pada awalnya diberikan secara sukarela kepada pekerja. Perdana Menteri Indonesia ke-6, Soekiman Wirjosandjojo adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep THR.
Soekiman yang berasal dari Partai Masyumi awalnya hanya memberikan THR kepada pamong praja (sekarang PNS) dengan tujuan mendapatkan dukungan penuh untuk program-program pemerintah.
Awalnya THR berbentuk pinjaman di muka yang nantinya harus dikembalikan melalui pemotongan gaji. Selain itu THR tidak hanya berupa uang tunai, melainkan juga paket sembako.
Pada saat itu, kebijakan THR hanya berlaku untuk PNS, tentu saja hal ini dikecam oleh pekerja swasta dan buruh. Mereka berpendapat bahwa hal ini tidak adil mengingat mereka sama-sama bekerja dan berkontribusi untuk perekonomian negara.
Demo besar-besaran menuntut THR dilakukan para buruh dengan cara mogok kerja pada 13 Februari 1952. Meskipun awalnya tidak direspon baik oleh pemerintah, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) tetap berjuang agar buruh mendapatkan THR sebesar satu bulan gaji.
Pada akhirnya pemerintah menerbitkan aturan THR secara resmi ditahun 1994. Melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1994 tentang Tunjangan hari Raya Keagamaan bagi pekerja swasta di perusahaan, pemerintah mewajibkan semua perusahaan untuk memberikan THR kepada pekerja yang telah bekerja dengan minimal 3 bulan masa kerja. Kebijakan inilah yang terus diberlakukan hingga saat ini.
Editor: Jeanny Aipassa