Tajir Melintir, Ini 4 Konglomerat Rokok Terkaya di Indonesia
JAKARTA, iNews.id - Deretan konglomerat rokok terkaya di Indonesia ini memiliki harta kekayaan hingga ratusan triliun rupiah.
Saking kayanya, mereka masuk jajaran orang terkaya di Indonesia versi Forbes.
Setidaknya ada empat bos rokok terkaya di Indonesia. Siapa saja mereka? Dirangkum iNews.id dari berbagai sumber, ini 4 konglomerat rokok terkaya di Indonesia.
Robert Budi Hartono merupakan konglomerat rokok terkaya di Indonesia dengan total kekayaan mencapai 22,1 miliar dolar AS atau Rp319,97 triliun.
Selain dari rokok, dia juga memiliki usaha seperti perbankan dan digital yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Selain itu, dia juga memiliki usaha e-commerce Blibli.com dan mengakuisisi Tiket.com pada 2017 lalu.
Kekayaan Michael Bambang Hartono mencapai 21,2 miliar dolar AS atau Rp306,94 triliun.
Michael merupakan salah satu petinggi Djarum dan BCA. Bersama sang kakak, Robert Budi Hartono, dia memiliki saham sebesar 54,94 persen.
Pemilik Gudang Garam ini memiliki kekayaan mencapai 4,8 miliar dolar AS atau Rp69,49 triliun. Hal ini menjadikannya menempati posisi keenam sebagai orang terkaya di Indonesia versi Forbes.
Nilai kapitalisasi pasar PT Gudang Garam Tbk di bursa saham mencapai Rp60,75 triliun per 2 Juni 2022.
Konglomerat rokok terkaya di Indonesia selanjutnya ditempati oleh Putera Sampoerna. Berdasarkan data Forbes, kekayaan Putera Sampoerna mencapai 1,8 miliar dolar AS atau setara Rp26,06 triliun.
Dia merupakan pendiri perusahaan rokok yang dikenal dengan merek Sampoerna melalui PT HM Sampoerna Tbk. Namun, pada 2005 lalu HM Sampoerna diakuisisi perusahaan rokok raksasa dunia yakni Philip Morris sebesar 5,2 miliar dolar AS atau Rp48 triliun saat ini.
Meski sudah diakuisisi, hingga kini perusahaan tersebut masih menggunakan merek Sampoerna untuk meraih keuntungan di Tanah Air. Gurita bisnis di bawah Sampoerna Strategic Group meliputi agrikultur, keuangan, serta karet.
Itulah 4 konglomerat rokok terkaya di Indonesia yang hartanya capai puluhan hingga ratusan triliun rupiah.
Editor: Aditya Pratama