Wacana Pembentukan Dewan Moneter, Faisal Basri Nilai Bertentangan UUD 1945
JAKARTA, iNews.id - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menyoroti
wacana pembentukan Dewan Moneter untuk membantu pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam merencanakan serta menetapkan kebijakan moneter. Menurutnya, langkah tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Rencananya DPR hendak mengubah UU tentang Bank Indonesia. Akan dibentuk Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan sehingga BI menjadi subordinasi dari pemerintah,” ujar Faisal, dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (3/9/2020).
Dia mengatakan revisi Undang Undang Nomor 23 Tahun1999 tentang Bank Indonesia sebagai respons atas pelambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19, bertentangan dengan UUD 1945 pasal 23D.
UUD 1945 pasal 23D menyebutkan negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur oleh UU.
Hal itu kemudian diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 pasal 4 ayat 2, yaitu Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lain, kecuali hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.
Faisal menuturkan DPR memiliki pemahaman yang salah dalam memberi respons terhadap krisis yang diakibatkan pandemi Covid-19, karena sebenarnya sektor keuangan masih berada pada kondisi baik.
“Apa salahnya moneter ini? Semua kita lihat tadi kan enggak ada salah moneter karena yang salah tax ratio kecil, turun terus, gagal menarik pajak dari sektor ekonomi terus tumbuh,” katanya.
Dia menyarankan agar DPR dapat fokus pada upaya-upaya pemerintah dalam menangani Covid-19 karena akan memberikan dampak berantai pada berbagai sektor dan pertumbuhan ekonomi. “Sektor-sektor lain tidak semakin buruk kalau Covid-19 diselesaikan dengan cepat,” ujar Faisal.
Dia menegaskan semakin cepatnya pemerintah memberi kepastian terkait berakhirnya Covid-19 maka akan semakin cepat masyarakat menggunakan uangnya untuk konsumsi.
Faisal menyebutkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan masih sangat tinggi, yaitu 8 persen yang mengindikasikan masyarakat lebih banyak menabung untuk berjaga-jaga daripada melakukan konsumsi.
“Itu karena masyarakat menghadapi ketidakpastian selesainya Covid-19. Masalahnya di fiskal dan kementerian teknis, tapi ini moneter yang diobok-obok solusinya,” kata Faisal.
Editor: Dani M Dahwilani