Wall Street Ditutup Anjlok Akibat Data Inflasi AS
JAKARTA, iNews.id - Bursa Wall Street ditutup anjlok pada perdagangan Jumat (10/6/2022), akibat data inflasi Amerika Serikat (AS) yang melonjak ke level tertinggi sejak 1981.
Melemahnya Wall Street dipicu reaksi investor terkait sinyal kenainkan suku bunga oleh Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) yang lebih cepat akibat data inflasi tersebut.
Pada penutupan perdagangan, indeks Dow Jones merosot 2,73 persen ke posisi 31.392,79. Indeks S&P 500 anjlok 2,91 persen ke posisi 3.900,86. Indeks Nasdaq melemah 3,52 persen menjadi 11.340,02.
Indeks utama mencatat persentase penurunan mingguan terbesar sejak pekan yang berakhir 21 Januari, dengan Dow turun 4,58%, S&P 500 turun 5,06 persen dan Nasdaq turun 5,60 persen untuk minggu ini. Sejauh ini, S&P 500 turun 18,2 persen sepanjang tahun ini (year to date).
Saham teknologi dan pertumbuhan, memimpin penurunan. Saham Apple turun hampir 3,9 persen, Microsoft dan Dow Inc masing-masing turun sekitar 4,5 persen dan 6,1 persen.
Menyusul laporan inflasi, imbal hasil US Treasury dua tahun, yang sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga, melonjak ke level 3,05 persen, tertinggi sejak Juni 2008. Yield US Treasury 10 tahun yang menjadi benchmark mencapai 3,178 persen, tertinggi sejak 9 Mei.
Jason Pride, kepala investasi wealth management di Glenmede mengatakan Saham telah bergejolak tahun ini, dan penjualan baru-baru ini sebagian besar terkait dengan kekhawatiran atas inflasi, kenaikan suku bunga dan kemungkinan resesi.
"Laporan ini harus menghilangkan kepura-puraan bahwa jeda kenaikan suku bunga kemungkinan akan tepat pada akhir musim panas, karena The Fed jelas masih berada di belakang untuk mengendalikan inflasi," kata Jason seperti dikutip Reuters.
Laporan inflasi diterbitkan menjelang kenaikan suku bunga 50 basis poin kedua yang diantisipasi dari The Fed pada hari Rabu. Kenaikan 0,5 persen lebih lanjut diperhitungkan untuk bulan Juli, dengan peluang kuat untuk pergerakan serupa di bulan September.
Satu kekhawatiran adalah bahwa dorongan agresif yang lebih tinggi pada suku bunga oleh The Fed dapat mengirim ekonomi ke dalam resesi.
Editor: Jeanny Aipassa