Banggar Sepakati Postur RAPBN 2019, Besok Akan Disahkan
JAKARTA, iNews.id - Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019. Pengesahan pun akan dilakukan pada Rapat Paripurna yang akan berlangsung besok, Rabu 31 September 2018.
"Dengan ini persetujuan dari draf RUU APBN Tahun 2019 dapat kita teruskan untuk pengambilan di tingkat II di Rapat Paripurna," kata Ketua Banggar Aziz Syamsuddin di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Jakarta, Selasa (30/10/2018).
Dalam kesempatan tersebut, sebanyak Sembilan fraksi menyetujui postur APBN 2019 dan satu fraksi abstain atau tidak menentukan sikap. Adapun masing-masing fraksi memberikan catatan tersendiri untuk menjadi perhatian pemerintah dalam pengelolaan APBN 2019.
"Alhamdulillah hari ini sudah mencapai kesepakatan untuk diteruskan ke pengambilan keputusan pada tahap kedua besok pagi di sidang paripurna. Dari seluruh pandangan fraksi kita menerima dukungan maupun catatan-catatan, dan kalau saya lihat catatan tersebut adalah isu-isu yang memang juga menjadi perhatian pemerintah," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kesempatan yang sama.
Adapun disetujui, pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 ditargetkan sebesar 5,3 persen, inflasi 3,5 persen, dan tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan 5,3 persen. Kemudian harga minyak mentah Indonesia sebesar 70 per barel dolar AS dan lifting gas 1,25 juta barel setara minyak per hari.
Sementara itu, terdapat perubahan pada lifting minyak menjadi 775.000 barel per hari dari sebelumnya 750.000 ribu barel per hari dalam Nota Keuangan RAPBN 2019. Nilai tukar rupiah juga mengalami perubahan menjadi Rp15.000 per dolar AS dari yang sebelumnya Rp14.400 per dolar AS sehingga pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp2.165,1 triliun. Jumlah itu mengalami peningkatan dari sebelumnya dalam Nota Keuangan RAPBN 2019 yang sebesar Rp2.142,5 triliun.
Pendapatan itu terdiri dari penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp1.786,4 triliun, lebih tinggi dari sebelumnya Rp1.781 triliun dengan tax ratio sebesar 12,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditargetkan Rp378,3 triliun dari sebelumnya Rp361,1 triliun.
Adapun belanja negara ditargetkan sebesar Rp2.461,1 triliun, juga mengalami kenaikan dari sebelumnya dalam Nota Keuangan sebesar Rp2.439,7 triliun. Adapun perinciannya, terdiri dari belanja pemerintah pusat menjadi Rp1.634,3 triliun, yang terdiri dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) Rp855,4 triliun, serta belanja non-K/L menjadi Rp778,9 triliun.
Sementara itu, belanja non-K/L tersebut terdiri dari pembayaran bunga utang sebesar Rp275,9 triliun, subsidi energi sebesar Rp159,9 triliun, serta belanja lainnya Rp114 triliun. Alokasi subsidi energi tersebut termasuk subsidi BBM dan elpiji Rp100,7 triliun dan subsidi listrik Rp 59,3 triliun.
Kemudian alokasi untuk belanja lain-lain sudah termasuk di dalamnya dana cadangan penanggulangan bencana Provinsi NTB dan Sulawesi Tengah sebesar Rp10 triliun, serta cadangan pooling fund bencana sebesar Rp1 triliun. Sedangkan, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp826,8 triliun, mengalami penurunan Rp200 miliar dari sebelumnya Rp826,9 triliun. Jumlah itu terdiri dari transfer ke daerah Rp756,8 triliun dan dana desa Rp70 triliun.
Dengan demikian, defisit keseimbangan primer mengecil menjadi Rp20,1 triliun dari sebelumnya Rp21,7 triliun. Sedangkan defisit anggaran menjadi Rp296 triliun atau 1,84 persen terhadap PDB.
Kemudian, untuk pembiayaan anggaran sebesar Rp296 triliun, berkurang dari Nota Keuangan sebesar Rp 297,2 triliun terdiri dari pembiayaan utang sebesar Rp359,3 triliun dan pembiayaan investasi sebesar Rp75,9 triliun. Adapun, pembiayaan investasi antara lain mencakup dana pengembangan pendidikan nasional sebesar Rp20 triliun dan dana abadi penelitian sebesar Rp1 triliun. (Yohana Artha Ully)
Editor: Ranto Rajagukguk