BI Akan Longgarkan Aturan LTV Kredit Properti, Ini Harapan Pengembang
JAKARTA, iNews.id – Bank Indonesia (BI) akan melonggarkan kebijakan rasio loan to value (LTV) untuk kredit kepemilikan rumah (KPR). Kalangan pengembang (developer) properti menyambut baik rencana tersebut.
Sekretaris Jenderal DPP Real Estat Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida mengatakan, salah satu yang akan dirombak yaitu sistem KPR inden. Menurut dia, kebijakan KPR inden sebenarnya sudah diberlakukan sejak Agustus 2016 lalu.
Namun, saat itu pengembang menerima dana KPR inden dari perbankan ke pengembang saat rumah sudah dibangun secara keseluruhan. Untuk itu, kata Paulus, REI akan meminta penyaluran dana KPR secara bertahap saat properti dibangun.
"Jadi, sekarang kita minta perbankan bisa mencairkan bertahap. Yang kita usulkan, 30 persen dicairkan untuk tahap pembangunan, 50 persen pondasi terbangun, dan 100 persen sudah topping off. Kalau dulu enggak, bangunan sudah jadi, baru cair. Kalau begitu yang untung kan perbankannya, padahal konsumennya sudah membayarkan cicilan," kata pria yang kerap disapa Totok itu kepada iNews.id, Senin (25/6/2018).
Dia optimistis kebijakan KPR inden tidak akan mendorong rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) untuk kredit di sektor properti. Pasalnya, REI menerapkan sistem sertifikasi untu pengembang yang berhak mendapatkan pencairan dana KPR inden.
"Kepada siapa saja yang berhak dapat dana KPR inden ini, pengembang yang telah tersertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan itu mau kita hidupkan kembali. Jadi, pengembang-pengembang properti yang besar-besar dan punya nama," katanya.
Komisaris Independen PT Bank Mega Tbk,, Aviliani juga menyambut baik rencana bank sentral merelaksasi aturan LTV kredit properti. Menurut dia, kebijakan ini bisa menjadi solusi untuk mengatasi kesulitan likuiditas pengembang dan kebutuhan rumah yang cukup tinggi.
“Saya dengar nanti malam BI akan mengundang beberapa banker untuk pelonggaran LTV. Ini saya rasa cukup bagus, jadi nanti rumah inden boleh dapat KPR,” katanya.
Dia juga menilai, kebijakan ini akan mendorong kredit properti. Namun, dia menyarankan supaya pengembang yang bisa menikmati fasilitas ini harus diseleksi.
“Jadi harus dipilih pengembangnya. Kalau semua, takutnya itu enggak deliver dalam 2 tahun, jadi orang enggak mau bayar cicilan dong. Jadi tanggungan bank berat, ini perlu diperhatikan," tuturnya
Aviliani mengatakan, kebijakan relaksasi ini lebih baik ketimbang DP 0 persen karena bisa mendorong masyarakat menjadi tidak bertanggung jawab saat membeli rumah.
"DP 0 persen ibaratnya masyarakat tidak ada tanggung jawabnya, lebih bagus 5-10 persen itu sudah cukup sebenarnya. Takutnya begitu 0 persen seolah-olah enggak ada kewajiban, tapi kalau ada uang muka itu berarti mereka berusaha bagaimana melanjutkan," ucapnya.
Editor: Rahmat Fiansyah