Dorong Kinerja Pasar Modal, OJK Siapkan Hedging untuk Investor
JAKARTA, iNews.id - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat selama sepekan, bahkan yang tertinggi mencapai 6.000. Sedangkan Price Earning Ratio (PER) Indonesia berada di nomor dua, sehingga membuat market Indonesia lebih mahal dari Malaysia dan Singapura.
Karena itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berniat memperdalam market supaya semakin menumbuhkan pasar modal dalam negeri. "Dari sisi demand kita tambah, supply kita tambah, dan infrastruktur kita perkuat," ujar Fakhri Hilmi, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal 2 OJK, di Jakarta dalam Economic and Capital Market Outlook 2018, Selasa (31/10/2017).
Menurut dia, penambahan supply diharuskan karena jumlah emiten baru di Indonesia pada tahun ini bertambah 28 perusahaan dibanding tahun kemarin yang hanya 14 emiten.
Kemudian dari sisi infrastruktur OJK sedang memperbaiki engine bursa yang beberapa kali eror sehingga membuat informasinya bermasalah. "Jadi bukan engine-nya tapi lebih kepada data distribution-nya. Pada saat emiten mempublikasi data-data melalui engine-nya bursa. Saya lihat ada beberapa data yang tidak dikompres jadi ini akan kita coba betulkan," kata Fakhri.
Sementara itu, guna mendorong kinerja pasar modal dalam negeri, OJK juga menyiapkan upaya lindung nilai (hedging) agar investor bias meminimalisasi dampak nilai tukar saat berinvestasi di pasar saham. Di sisi lain, sebagai regulator, OJK juga menyiapkan regulasi mengenai hedging atas risiko suku bunga kala investor berinvestasi di instrumen obligasi.
“Kita akan coba aktifkan Indonesia Government Bond Future (IGBF), investor-investor yang sudah punya posisi lama di Indonesia mereka punya alternatif ketika ada pergerakan pasar obligasi," ujar Fakhri.
Tidak hanya itu, OJK juga bekerja sama dengan Bank Indonesia dalam menyediakan keseluruhan alternatif hedging untuk investor asing. Selama ini jika investor asing masuk ke Indonesia dengan membeli obligasi, saham, dan rupiah mereka tidak mempunyai natural hedging yang ada di Indonesia. Hal ini berdampak pada pergerakan Bank Indonesia karena tidak bisa dikontrol transaksinya.
"Kalau itu tidak terkontrol itu tidak akan menghidupi rupiah, rupiah diperdagangkan di luar tanpa bisa dikontrol oleh Bank Indonesia. Jadi kita harus menciptakan market-nya di sini supaya bisa kita pantau dan kontrol." ujar Fakhri.
Editor: Ranto Rajagukguk