Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Eks Bos Pinjol Investree Adrian Gunadi Langsung Ditahan usai Dipulangkan dari Qatar
Advertisement . Scroll to see content

Ketika Rakyat Menjerit, OJK Harus Berlari Lebih Cepat

Sabtu, 04 Oktober 2025 - 21:39:00 WIB
Ketika Rakyat Menjerit, OJK Harus Berlari Lebih Cepat
Ilustrasi, Kasus jerat pinjol dan kejamnya debt colletor perusahaan leasing menjadi video viral hampir di semua sosial media. (Foto: Istimewa).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Kasus jerat Pinjaman Online (Pinjol) dan kejamnya debt colletor perusahaan leasing menjadi video viral hampir di semua sosial media. Hal ini tak lepas dari dampak kecanggihan teknologi digitalisasi keuangan yang terus berkembang. 

Bak pisau bermata dua, digitalisasi keuangan memberi kemudahan dan kesulitan bagi rakyat indonesia. Transaksi keuangan bisa dilakukan dengan mudah. Namun disisi lain, data nasabah bisa diakses dengan mudah juga oleh pihak pihak yang mencari keuntungan. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) muncul menjadi penjaga setia bagi jutaan rakyat Indonesia yang terjerat pinjol dan teror debt collector perusahaan leasing. OJK dinilai terlihat seperti polisi lalu lintas di persimpangan yang ramai. 

Bertugas untuk mengatur agar tak ada tabrakan, tapi kadang mereka harus bekerja ekstra, karena lampu merahnya terlalu lama menyala. 

OJK gigih menyusun regulasi untuk mengatasi praktik kejam seperti bunga melambung tinggi, teror debt collector yang melakukan penarikan paksa kendaraan. Namun, dibalik itu semua, suara korban masih bergema. "Kapankah bantuannya datang?" 

Hingga akhir 2024 lalu, Data OJK mencatat ribuan pengaduan setiap tahun, dengan total kerugian mencapai triliunan rupiah. Tapi, jangan salah, OJK tak tinggal diam. Mereka memblokir ratusan aplikasi ilegal, batasi bunga, dan fasilitasi ganti rugi. 

Namun Pertanyaannya, cukupkah langkah itu untuk korban yang sudah terpuruk? Sepanjang 2024 dan 2025 ini terdapat 16.231 aduan tentang kasus pinjol ilegal. Mayoritas kasus melibatkan kaum perempuan.

OJK: Benteng yang Kokoh Yang Butuh Penguatan

OJK bukanlah lembaga pemerintah yang asal bicara. Sejak tahun 2013, OJK telah mengawasi sektor jasa keuangan, termasuk pinjol dan leasing dengan tangan besi. Hal ini terlihat dari Surat Edaran OJK (SEOJK) No. 19/SEOJK.06/2023. 

Melalui Surat Edaran tersebut, OJK membatasi total biaya pinjol, bunga, denda, dan biaya lain maksimal 100% dari pokok pinjaman. Kebijakan Ini seperti memasang pagar setinggi dua meter untuk mencegah banjir utang. 

Hasilnya? Pengaduan pinjol ilegal dari 1.222 kasus pada bulan januari 2023, turun signifikan menjadi 275 di bulan Juni tahun yang sama. 

Hal ini terjadi setelah kampanye "Cek OJK" dan pemblokiran 1.200 entitas ilegal lewat Satgas PASTI. Sementara itu disektor leasing, POJK No. 22 Tahun 2023 mewajibkan mediasi sebelum menarik paksa kendaraan. Aturan ini bertujuan untuk melindungi konsumen yang kena PHK atau bencana alam.

Keberhasilan nyata kerja keras OJK terlihat pada kasus massal di awal 2025. OJK berhasil memulihkan Rp 19,7 miliar kerugian korban pinjol ilegal melalui mediasi dengan 102 Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK). 

Pada kasus lain, OJK juga berhasil menyelesaikan kasus pencurian dana nasabah BTN di tahun 2024. Nasabah mendapat penggantian penuh, dan Bank mendapat denda Rp. 5 miliar.  

Pelayanan Masyarakat melalui Hotline 157 dan Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) jadi senjata andalan dalam menyelesaikan 7.962 pengaduan selama tahun 2023. Bagi rakyat kecil, kerja keras OJK ini seperti tangan penolong di tengah badai kesulitan yang menimpa mereka.

OJK juga rajin melakukan edukasi. Melalui sejumlah seminar dan siaran pers, OJK mengajak masyarakat Cek legalitas di ojk.go.id sebelum mengajukan pinjaman. Seperti dokter dengan resep obat yang tepat, edukasi yang dilakukan oleh OJK mampu menurunkan jumlah pengaduan sebesar 15% di tahun 2025.
 
Sementara itu, jumlah pinjol legal seperti AdaKami atau Kredit Pintar stabil di 96-97 perusahaan. Perusahan pinjol diwajibkan melakuka transaksi dengan transparan. Perusahaan leasing juga diatur dengan lebih ketat. 

OJK bahkan memberlakukan denda untuk iklan menyesatkan atau penagihan kasar. Pada tahun 2025, dengan Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) yang diluncurkan November 2024, OJK sudah memblokir 31.398 rekening penipuan dan menyelamatkan  Rp 129,1 miliar kerugian pelapor di tahun 2025.

Suara Korban yang Mengiris Hati

Angka-angka diatas pasti tidak bohong. Tapi masih saja ada  fakta pahit yang terdengat. Hal ini menunjukkan bagaimana korban masih bergulat meski OJK sudah bergerak. 

Seperti kisah Sarah yang terjerat pinjol demi membayar tagihan orangtuanya pada april 2025 lalu. Kepada salah satu portal berita online nasional, pekerja informal di Jakarta ini menceritakan deritanya berhubungan dengan pinjol. 

Sarah meminjam Rp 3 juta dari pinjol ilegal via SMS tawaran yang menjanjikan pencairan uang cepat. Namun, tagihan yang harus dibayar membengkak jadi Rp 8 juta karena denda otomatis dan bunga tersembunyi. 

Sarah menerima teror dari debt collector yang menyebarkan data pribadinya ke grup WhatsApp keluarga. Tindakan DC ini membuatnya malu dan stres berat.  

"Saya pinjam untuk bantu orangtua sakit, tapi malah jadi korban teror," katanya. 

Sarah akhirnya melapor ke OJK melalui layanan 157. Setelah dua bulan mediasi, sarah dapat keringanan utang pokok saja sesuai imbauan OJK. 

Namun proses panjang yang dilaluinya, membuat ia harus kehilangan pekerjaan sampingan karena gangguan mental. Sarah adalah bagian dari 1.081 korban pinjol ilegal Januari-Maret 2025, dimana 61% diantaranya adalah perempuan.

Kasus lainnya terjadi pada HZ di wilayah Depok Jawa Barat. Pengemudi ojek online ini berhadapan dengan empat debt collector yang ingin menarik paksa motornya. 

Dalam wawancaranya dengan salah satu portal media nasional pada 6 Agustus 2025 lalu, HZ menceritakan kalau dirinya sedang mengantar penumpang, saat tiba-tiba empat pria yang mengaku dari perusahaan leasing, memblokir jalan dan menarik motornya tanpa mediasi. 

HZ digiring ke gudang penyimpanan. Dia mendapat intimidasi fisik ringan, dan ancaman. "Motor itu roda kaki saya, tanpa itu saya tak bisa cari nafkah," keluh HZ saat jumpa pers di Polsek Beji. 

Empat pelaku penarikan paksa tersebut akhirnya ditangkap polisi. Penangkapan ini dilanjutkan dengan aksi OJK, yang langsung menyelidiki perusahaan leasing terkait untuk sanksi administratif. 

Untuk mendapatkan kembali motornya, HZ menunggu sepekan. HZ mengaku rugi orderan ratusan ribu karena tidak bekerja selama motornya ada ditangan polisi untuk jadi bahan bukti. 

Kisah teror pinjol juga menjadi trending di media sosial X. seperti yang diceritakan oleh pemilik akun @MichellaAd38560 pada Mei 2025. 

Pemilik akun X ini mencurahkan kekesalannya saat  jadi korban penagihan pinjol legal rasa ilegal. Dirinya mendapat perlakuan tak menyenangkan, saat debt collector mengirim email ke kantornya dari alamat [email protected]. yang  menyebarkan data pribadinya. 

"Kita bukan kabur utang, tapi capek galau tulak OJK, ramaikan berantas ini!" tulisnya. Pemilik akun ini akhirnya melapor ke OJK. Tapi respons awal lambat, baru efektif setelah viral. 

OJK Harus Upgrade Diri, Lima Celah yang Perlu Ditambal

OJK hebat dlam mengatur, tapi seperti mobil sport dengan ban kempes, yang pastinya tidk dpt melaju dengan maksimal. Dari beberapa kasu yang terlihat di media online dan media sosial, setidaknya ada lima kelemahan utama OJK.

Kelemahan pertama adalah lambatnya penanganan awal. Seperti yang dialami oleh Sarah yang harus menunggu dua bulan sebelum mendapt keringanan dengan hanya membayar pokok utangnya saja. 

Begitu juga kita lihat pada kasus HZ. HZ harus menunggu motornya kembali sepekan setelah viral. Akhirnya HZ tidak bisa mencari nafkah. Bahakan bisa saja motornya benaran hilang kalau ternyata sempat dijual.

Kelemahan kedua adalah kurang meratanya edukasi ke pedasaan. Kampanye OJK memang oke di kota. Namuan wilayah pedesaan di prianga timur, 42% korban pinjol, yaitu guru honorer desan yang memiliki literasi rendah. Pada Agustus 2025, akun X @tiidurpagi membuat tweet "Guru honorer korban utama, OJK harus ke sekolah desa." 

Kelemahan selanjutnya, OJK kessulita mengejar fintech ilegal lintas negara. Dari total kerugian publik yang mencapai Rp4,8 triliun pada 2025, sebagian besar pelaku justru beroperasi dari luar negeri. 

Penindakan menjadi sulit dan rumit, karena server yang digunakan berpindah identitas disamarkan, dan pemblokiran hanya bersifat sementara. 

Hingga kuartal pertama 2025 saja, ada 1.123 entitas ilegal yang tercatat. Seorang korban, pengguna X bernama @MichellaAd38560, menulis dengan nada getir “Email debt collector dari Gmail, aplikasinya muncul lagi setelah diblokir.”

Kelemahan keempat adalah besarnya ketergantungan kepada PUJK (Penyelenggara Usaha Jasa Keuangan) yang tidak selalu kooperatif. 

Pada kasus HZ misalnya. Proses mediasi tersendat karena penagihan dilakukan oleh debt collector eksternal alias mata elang. OJK memang sudah menjatuhkan sanksi, tapi tanpa adanya dana jaminan mandiri, korban harus menunggu lama untuk mendapatkan kembali asetnya.

Dan yang terakhir adalah efek jera dari sanksi masih lemah. Denda jutaan rupiah tak membuat pelaku jera. Kasus di Depok menjadi contoh nyata. 

Debt collector mata elang leasing HZ masih beroperasi meski sebelumnya telah disanksi, sebelum akhirnya ditangkap aparat. Penurunan angka pengaduan sebesar 15% sepanjang 2024–2025 patut diapresiasi. Namun OJK prlu membuat  sanksi lebih menggigit, seperti pencabutan izin permanen untuk pelaku berulang.

Solusi Praktis agar OJK Bisa Melaju lebih Cepat

Untuk memberikan perlindungan maksimal bagi masyarakat, OJK perlu bergerak lebih gesit. OJK perlu membentuk tim respons cepat untuk memastikan setiap laporan selesai ditangani dalam waktu kurang dari 30 hari. 

Edukasi literasi keuangan pun bisa menjangkau desa-desa, bukan hanya lewat seminar formal, tapi melalui posko keliling atau kolaborasi dengan RT/RW. Ojk juga bisa berkolaborasi dengan Guru honorer, yang sering menjadi panutan di lingkungannya.

Sementara itu, penanganan praktik ilegal perlu diperkuat. Kerja sama regional melalui MoU ASEAN bisa membuat blokir server ilegal lebih cepat dan efektif. 

OJK juga perlu memiliki skema dana kompensasi independen yang berdiri sendiri, untuk mengurangi ketergantungan pada PUJK . OJK perlu memberikan sanksi yang lebih tegas, terutama untuk kesalahan berulang. Praktik debt collector wajib diaudit rutin supaya tidak merugikan konsumen.

Semua ini tetu bukan tidak mungkin. OJK memiliki anggaran dan kewenangan yang cukup. Apalagi dengan hadirnya POJK 40/2024 yang memberi regulasi lebih ketat bagi pinjaman online. Dengan keberania dan langkah nyata, OJK bukan hanya sekedar berlari kencang, tapi juga memastikan perlindungan bagi masyarakat.

Harapan Rakyat di Ujung Terowongan

Pada 4 Oktober 2025, pukul 17.00 Wib, saat saya mengetik artikel ini di meja redaksi, Pasar di Depok mungkin masih ramai. HZ mungkin sudah narik ojol lagi, Sarah bisa jadi sedang mengajar anaknya soal literasi keuangan. OJK sudah berupaya keras. 

Tapi, kecepatan dan jangkauannya masih jadi PR yang belum terselesaikan. Suara korban di media sosial X seperti @MichellaAd38560 mengingatkan: "Jangan biarkan kami sendirian OJK, ramaikan, berantas!" 

OJK diharapkan bisa lebih tanggap jika mendengar suara rakyat. Ini bukan lagi hanya soal kebijakan, tapi empati kemanusiaan. Semoga ini jadi panggilan bagi OJK untuk berlari lebih kencang, demi rakyat kecil yang tak punya pelindung lain. Mari kita dukung OJK jadi pahlawan sungguhan.

Editor: Kurnia Illahi

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut