Wall Street Ditutup Anjlok Imbas Rilis Tingkat Pengangguran AS
JAKARTA, iNews.id - Bursa Amerika Serikat atau Wall Street ditutup anjlok pada perdagangan Jumat (7/10/2022) waktu setempat atau Sabtu (8/10/2022) dini hari WIB. Melemahnya Wall Street pada perdagangan akhir pekan merupakan imbas dari rilis data pengangguran Amerika Serikat (AS) pada periode September 2022.
Tiga indeks utama Wall Street turun tajam pada akhir pekan, Jumat (7/10), menyusul data pekerjaan AS periode September yang meningkatkan ekspektasi Federal Reserve (The Fed) akan terus memperketat kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunganya.
Dow Jones Industrial Average (.DJI) ditutup turun 630,15 poin atau 2,11 persen di level 29.296,79. S&P 500 (.SPX) kehilangan 104,86 poin atau 2,80 persen menjadi 3.639,66. Nasdaq Composite (.IXIC) turun 420,91 poin atau 3,8 persen ke posisi 10.652,41.
Rata-rata volume bursa AS mencapai 11,15 miliar saham, lebih rendah dari 20 hari perdagangan terakhir yang sebesar 11,73 miliar.
Kendati ditutup merosot di akhir pekan, dalam seminggu terakhir S&P 500 naik 1,51 persen, Dow Jones bertambah 1,99 persen dan Nasdaq naik 0,73 persen. Semua 11 sektor utama di S&P 500 turun, dengan sektor teknologi turun paling banyak mencapai 4,14 persen.
Wall Street merosot tajam setelah Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan tingkat pengangguran turun menjadi 3,5 persen, alias lebih rendah dari ekspektasi pasar 3,7 persen. Hal ini menunjukkan ekonomi AS masih bertahan di tengah upaya Fed untuk menurunkan lonjakan inflasi.
Data pekerjaan di luar sektor pertanian/non-farm payrolls naik 263.000 pekerjaan, atau lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 250.000. Kuatnya pasar tenaga kerja membuat Fed berpotensi besar mengerek suku bunga 75 basis poin selama empat kali berturut-turut di pertemuan FOMC pada 1-2 November mendatang.
"Ini adalah kasus klasik di mana kabar baik dari ekonomi AS justru adalah kabar buruk bagi The Fed," kata Analis GW&K Investment Management, Bill Sterling, dilansir Reuters, Sabtu (8/10/2022).
Angka pengangguran yang rendah ditambah adanya pertumbuhan upah yang memacu positif pasar tenaga kerja diperkirakan cenderung membawa inflasi AS ke level yang masih tinggi.
Sebelumnya Presiden The Fed New York, John Williams, mengatakan kenaikan suku bunga yang lebih banyak justru diperlukan untuk mengatasi peningkatan harga.
"Pasar menerima kabar baik dari laporan pasar tenaga kerja yang kuat, yang justru membuat Fed menjadi semakin waspada dan oleh karena itu berpotensi meningkatkan risiko resesi tahun depan," tutur John Williams.
Editor: Jeanny Aipassa