Berencana Cabut Fasilitas GSP, AS Tekor Perdagangan dengan Indonesia
JAKARTA, iNews.id - United State Trade Representative (USTR) akan mencabut fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) atau Sistem Preferensi Umum ke Indonesia. Namun, jika wacana tersebut terlaksana, Amerika Serikat (AS) meminta Indonesia tidak membuat hambatan tarif untuk produk yang diekspor ke Indonesia.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, alasan AS meminta hal tersebut karena perdagangan Indonesia ke AS secara keseluruhan tercatat surplus sebesar 14 miliar dolar AS. Oleh karenanya, dengan surplus yang terus dinikmati Indonesia, AS merasa Indonesia telah menghambat produk dari AS.
"Jadi mereka juga tidak mau ada barrier untuk ekspor mereka ke sini. Kita sudah surplusnya besar tapi dihambat pula, jadi itu fair sajalah menurut saya. Dia bilang anda sudah surplus tapi menghambat juga produk dari mereka," ujarnya di Kementerian Koordinator Bidan Perekonomian, Jakarta, Rabu (11/7/2018).
Adapun produk AS yang dinilai dihambat oleh Indonesia merupakan produk holtikultura seperti apel dan kacang kedelai. Namun, menurut dia produk tersebut tidak perlu dikhawatirkan karena nantinya Indonesia akan mencabut pembatasan impor holtikultura sesuai dengan keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
Sebagai informasi, Indonesia kembali kalah dalam gugatan pembatasan impor produk holtikultura di WTO. Hal tersebut membuat 18 aturan dagang Indonesia terkait impor yang tidak sesuai dengan aturan Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariffs and Trade/GATT) sebelumnya.
"Holtikultura itu ada hambatan tapi sebenernya itu kita tidak ada kekhawatiran karena toh akan kita cabut kok. Karena kita akan sesuai dengan keputusan WTO untuk itu. Tapi kan itu masih di dalam list mereka (AS)," ucapnya.
Jika fasilitas GSP dicabut maka sebanyak 3.547 tarif yang mendapat keringanan bea masuk ke AS akan hilang. Hal tersebut tentu akan membuat neraca perdagangan Indonesia yang masih defisit semakin tertekan.
"Dampaknya negatiflah ya pasti karena dikenakan tarif. Kalau GSP-nya hilang kan jadi itunya tinggi. Banyak, ada 3.547 tarif lain yang mengandung konsekuensi itu," kata Enggar.
Untuk itu, pemerintah berusaha melobi USTR pada akhir Juli mendatang dengan mengirimkan delegasi ke AS sesuai dengan undangannya. Pemerintah telah mempersiapkan pertemuan tersebut dengan melakukan beberapa rapat agar dapat mematangkan bahan untuk melobi USTR.
Selain Indonesia, terdapat dua negara lain yang tengah dikaji oleh AS untuk dicabut GSP-nya yaitu Brasil dan Kazakhtan. Tak hanya persiapkan bahan, pemerintah juga menghitung fasilitas lainnya yang bisa Indonesia dapatkan selain GSP tersebut.
"Kita harus menghitung apa yang kita bisa dapatkan selain dari fasilitas GSP itu sendiri. Karena kalau fasilitas GSP-nya dicabut itu akan memberikan dampak pada ekspor kita," tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk