Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Telur hingga Daging Ayam Ras Jadi Penyumbang Utama Inflasi Oktober 2025
Advertisement . Scroll to see content

BI Dinilai Perlu Tahan Suku Bunga di 6 Persen, Ini Alasannya

Rabu, 21 Februari 2024 - 11:54:00 WIB
BI Dinilai Perlu Tahan Suku Bunga di 6 Persen, Ini Alasannya
Ekonom menyebut bahwa Bank Indonesia (BI) perlu menahan suku bunga acuannya kembali di 6,00 persen pada Februari 2024. (Foto: ilustrasi/Okezone) 
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky menyebut bahwa Bank Indonesia (BI) perlu menahan suku bunga acuannya kembali di 6,00 persen pada Februari 2024. Hal ini berdasarkan atas dasar beberapa bahan pertimbangan.

Pertimbangan pertama, inflasi umum turun menjadi 2,57 persen (yoy) pada bulan Januari 2024 mendekati titik tengah target baru sebesar 2,5 persen. Menurunnya dampak fenomena El Nino terhadap harga pangan, penyaluran bantuan sosial untuk mengendalikan volatilitas pangan, dan berkurangnya dampak musiman akhir tahun mendorong penurunan inflasi pada bulan pertama tahun 2024.

"Neraca perdagangan masih berada pada teritori positif meski menurun sejak April 2022. Mengingat The Fed tidak akan menurunkan suku bunga kebijakannya dalam waktu dekat, kami menilai BI sebaiknya mempertahankan BI Rate di level 6,00 persen bulan ini untuk menjaga stabilitas nilai tukar," ujar Riefky dalam keterangannya, Rabu (21/2/2024).

Perlu diketahui bahwa mulai tahun 2024, penghitungan inflasi menggunakan Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2022 sebagai basis baru menggantikan SBH tahun 2018. Pemutakhiran SBH tahun 2018 menjadi 2022 diharapkan dapat menangkap perubahan gaya hidup, khususnya akibat pandemi Covid-19

Jika dirinci, inflasi umum tahunan pada bulan Januari 2024 disebabkan oleh kenaikan harga pada ketiga komponen pembentuk inflasi. Inflasi inti mencatat perlambatan inflasi sebesar 1,68 persen (yoy) pada Januari 2024 dibandingkan 1,80 persen (yoy) pada Desember 2023.

"Dalam beberapa bulan mendatang, tekanan inflasi akan disebabkan oleh peningkatan pengeluaran akibat adanya beberapa libur panjang di bulan Februari 2024 dan harga pangan menjelang musim Ramadhan akibat naiknya permintaan masyarakat," tuturnya.

Selain pangan, kenaikan permintaan diperkirakan akan terjadi pada kelompok pengeluaran untuk pakaian dan mobilitas masyarakat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. 

Sejalan dengan ekspektasi pasar, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,04 persen (yoy) pada kuartal terakhir tahun 2023, sehingga perekonomian secara keseluruhan tumbuh sebesar 5,05 persen (yoy) pada tahun 2023. 

Pertumbuhan PDB pada tahun 2023 lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 5,31 persen (yoy) pada tahun 2022 karena Indonesia masih menikmati sedikit efek low-base pada tahun 2022.

Pada awal tahun 2024, Indonesia membukukan neraca perdagangan positif sebesar 2,01 miliar dolar AS pada Januari 2024, terendah dalam enam bulan terakhir dibandingkan 3,29 miliar dolar AS pada bulan sebelumnya. 

Ekspor pada Januari 2024 mengalami penurunan sebesar 8,06 persen (yoy) menjadi 20,52 miliar dolar AS, kontraksi yang lebih besar dibandingkan penurunan sebesar 5,76 persen (yoy) pada bulan sebelumnya. 

Penurunan ekspor disebabkan oleh melemahnya permintaan global dan turunnya harga komoditas global sehingga berdampak pada penurunan ekspor migas dan nonmigas masing-masing sebesar 6,07 persen (yoy) (atau 5,49 persen (mtm) dan 8,20 persen (yoy) atau 8,54 persen (mtm).

"Dilihat dari dinamika terkini, ketahanan perekonomian domestik dan kemungkinan penurunan suku bunga The Fed yang lebih rendah dalam waktu dekat, kami memandang BI perlu mempertahankan BI Rate pada level 6,00 persen pada rapat dewan gubernur BI bulan ini," katanya. 

Hal itu karena inflasi tetap terjaga mendekati target baru sebesar 2,5 persen dengan tekanan inflasi terdekat kemungkinan berasal dari kenaikan pengeluaran pada beberapa libur akhir pekan panjang dan harga menjelang musim Ramadhan.

Meskipun sedikit terdepresiasi selama sebulan terakhir, Rupiah kini berada pada kisaran Rp15.650 per dolar AS setelah pemilu. Dari sisi eksternal, The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga kebijakannya dan mengindikasikan penurunan suku bunga kemungkinan akan ditunda. 

Meskipun tidak ada tekanan dari inflasi, menjaga perbedaan imbal hasil yang memadai antara obligasi Pemerintah Indonesia dan obligasi Negara AS sangat penting untuk mencegah arus keluar modal dan menjaga nilai tukar Rupiah tetap terkendali. 

Editor: Aditya Pratama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut