BUMN Karya Merugi, Dahlan Iskan: Sumber Pendanaan Sudah Mentok
JAKARTA, iNews.id - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mencatat, perusahaan pelat merah karya mengalami stagnasi sumber pendanaan dari pihak ketiga. Alternatif pendanaan badan usaha di sektor konstruksi itu dinilai mentok.
Misalnya, Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dalam pasar modal Indonesia yang digadang-gadang menjadi alternatif pendanaan perusahaan pun mengalami pembatasan. BUMN tidak diizinkan menjual sahamnya melebihi 50 persen.
“Sebenarnya, masih ada jalan lain, rights issue di pasar modal atau menambah jumlah saham yang dijual ke publik. Tapi BUMN punya batas, tidak boleh menjual saham ke publik melebihi 50 persen, takutnya mayoritasnya jatuh ke publik," ujar Dahlan, Senin (5/4/2021).
Semua BUMN konstruksi, kata dia, mentok di batas tersebut. Dengan demikian rights issue bukan menjadi pilihan manajemen lagi.
Tak hanya itu, dana bank yang menjadi napas bisnis konstruksi pun dinilai tidak memungkinkan. Artinya, sekuat-kuatnya bank, lembaga tetap tunduk pada mekanisme bisnisnya sendiri.
Dia menilai, ada batas jumlah pemberian kredit pada satu group perusahaan. "Ketika perusahaan sudah tidak bisa pinjam dana bank, karena sudah capai batas atas, maka bencana tahap satu pun datang. Ketika bencana tahap satu itu datang, harapan tinggal pada obligasi, medium term notes (MTM) dan sejenisnya. Tapi pemilik dana obligasi pun tahu, mana perusahaan yang masih bisa cari pinjaman bank dan mana yang sudah mentok," katanya.
Di sisi lain, ada sumber pendanaan lain yang tergolong lebih murah jika dibandingkan dengan pinjaman bank dan obligasi. Dana yang dimaksud Dahlan adalah subkontraktor.
"Tapi dana ini sudah lebih dulu dipakai. Inilah sumber dana tersembunyi yang penting sekali. Jarang yang menyadari ini, ketika sub kontraktor tidak kunjung dibayar, maka sebenarnya mereka itulah sumber dana terdepan BUMN Infrastruktur," ucapnya.
Karena itu, Indonesia Investment Authority (INA) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) diharapkan menjadi wadah alternatif bagi pendanaan BUMN. Anggaran yang nantinya dihimpun yang berasal dari Amerika Serikat (AS), Uni Emirat Arab, Kanada dan Jepang akan menjadi sumber pendanaan BUMN Karya dan sektor lainnya.
Adapun laporan keuangan tahunan yang dirilis perusahaan konstruksi pelat merah. PT Waskita Karya (Persero) Tbk mengalami kerugian hingga Rp7,3 triliun. Padahal, pada 2019 Waskita Karya mampu mengantongi laba bersih Rp 938 miliar.
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, laba perseroan terkontraksi dari Rp2,28 triliun menjadi kurang dari Rp185,76 miliar. Sementara itu, kinerja keuangan PT PP (Persero) mengalami penurunan dari Rp819,4 miliar menjadi Rp128,7 miliar.
Editor: Ranto Rajagukguk