Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Fakta Tersembunyi di Balik Uap Vape
Advertisement . Scroll to see content
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti rencana pemerintah yang menaikkan cukai rokok. Kenaikan ini dipastikan membuat harga rokok di lapangan menjadi mahal sehingga bisa menekan daya beli masyarakat.

Anggota Komisi V DPR Bambang Haryo Soekartono menilai, rokok sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Bahkan, dia menilai banyak masyarakat yang berpedoman lebih baik tak makan ketimbang absen merokok.

"Rokok telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat karena ada pedoman lebih baik tidak makan dari perokok. Kalau itu dinaikkan tergerus ekonominya. Mereka lebih pilih mati daripada tidak ngerokok itu kan dibilang enggak makan," ujarnya dalam rapat banggar di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/7/2018).

Bambang juga menilai, kenaikan cukai rokok berbuntut pada terpangkasnya pendapatan para pedagang kecil. Pasalnya, banyak yang akhirnya menahan untuk membeli atau memangkas pengeluarannya untuk rokok. Efek dominonya, pendapatan negara dari sektor rokok juga menurun.

"Maka saya mohon cari yang lain aja. Ini bakal buat beberapa juta pedagang rokok mati dan ekonomi tergerus. Pendapatan terbesar dari APBN itu dari cukai rokok jadi mohon ini dilindungi," tutur dia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi beranggapan, kenaikan tarif cukai rokok masih dalam pengkajian dan tengah dibahas bersama Gabungan Asosiasi Pengusaha Rokok Indonesia (GAPRI) bersama dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

Pasalnya, banyak faktor yang menjadi pertimbangan untuk menaikkan tarif cukai rokok yang telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017. "Belum (dapat dipastikan). Historisnya yang jelas memperhatikan pertumbuhan sama inflasi dan juga beberapa faktor yang lain. Faktor yang mempengaruhi itu, pertama adalah kesehatan, kedua penerimaan, ketiga industri, keempat petani, kelima pengaruhnya tarif terhadap peredaran rokok yang ilegal." Kata Heru.

Gapri dalam pertemuan sebelumnya tidak mempersoalkan kenaikan tarif cukai. Namun, yang dipermasalahkan adalah masalah diservikasi layer yang diterapkan dalam PMK 146 tersebut. "Memang industri ini tidak semata-mata dipengaruhi oleh tarif, tapi ada HJE (Harga Jual Eceran), dan juga ketentuan-ketentuan dari kesehatan. Jadi, harus dilihat dalam satu paket," kata dia.

Tetapi, PMK 146 itu tidak akan berubah karena sudah menjadi peta jalan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menetapkan tarif cukai hasil tembakau. Namun, Heru menerima usulan-usulan yang diajukan Gapri. "Kita berharap PMK itu sudah roadmap. Kalau roadmapnya berubah-ubah nanti menjadi sulit. Sebenarnya PMK itu dihasilkan dari suatu proses panjang, komunikasi, harmonisasi," katanya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut