Ghana Bangkrut, Bank Sentral Kehilangan Rp81 Triliun dalam Setahun
ACCRA, iNews.id - Ghana jatuh dalam jurang kebangkrutan setelah kesulitan membayar utang miliaran dolar kepada kreditur internasional. Negara tersebut saat ini sedang mengalami krisis ekonomi terburuk dalam satu generasi.
Mengutip BBC, pada pekan ini ratusan pengunjuk rasa turun ke jalan di ibu kota Accra, menyerukan Gubernur Bank of Ghana dan dua wakilnya untuk mengundurkan diri setelah kehilangan sekitar 60 miliar cedi Ghana (5,2 miliar dolar AS) atau setara Rp81,37 triliun.
Demonstrasi ini dipimpin oleh partai oposisi Kongres Demokratik Nasional (NDC). Pihak oposisi mengklaim bank sentral mencetak uang secara ilegal untuk dipinjamkan kepada pemerintah, yang menyebabkan depresiasi mata uang dan melumpuhkan inflasi.
Mereka juga mengkritik bank sentral karena menghabiskan lebih dari 762.000 dolar AS untuk perjalanan domestik dan luar negeri, meningkat 87 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dan menghabiskan 250 juta dolar AS untuk gedung perkantoran baru. Pihak oposisi mengatakan angka-angka ini dicatat dalam audit internal.
NDC menuduh Gubernur Bank sentral Ghana, Ernest Addison melakukan kecerobohan dan salah urus. Meskipun bank ini pernah dituduh melakukan kesalahan pengelolaan di masa lalu, kerugian sebesar ini belum pernah terjadi sebelumnya.
"Kami belum pernah melihat hal seperti ini dalam sejarah kami. Jika Bank of Ghana ingin pulih dari kerugian ini, maka hal ini akan memakan waktu lebih dari 45 tahun," ujar ekonom dari Universitas Ghana, Godfred Bokpin dikutip, Minggu (8/10/2023).
Namun, bank sentral membantah tuduhan salah urus dan mengatakan kerugian tersebut disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar dan karena tidak dibayarnya pinjaman oleh lembaga-lembaga negara.
Bank sentral juga menyebut, keputusan pemerintah untuk meminjam 700 juta dolar AS dan tidak membayarnya kembali secara penuh telah berkontribusi terhadap krisis ini.
Adapun, pada 2022 tingkat inflasi Ghana mencapai rekor tertinggi sebesar 54 persen. Berbagai lembaga pemeringkat kredit telah menurunkan peringkat negara tersebut, sehingga mencegahnya meminjam uang secara internasional.
Pada September 2022, total utang Ghana melonjak menjadi 55 miliar dolar AS. Hal ini berarti pemerintah memerlukan lebih dari 70 persen pendapatannya untuk membayar utang, namun hal ini tidak dapat dilakukan. Negara ini kemudian gagal membayar sebagian besar pembayaran utangnya.
Pemerintah terpaksa meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF). Untuk mendapatkan dana talangan sebesar 3 miliar dolar AS pada awal tahun ini, pemerintah harus setuju untuk memenuhi sejumlah persyaratan.
Hal yang paling penting adalah mengurangi pembayaran bunga utang negara ke tingkat yang terkendali pada tahun 2028. Hal ini akan memberikan mereka cukup dana untuk menjalankan perekonomian.
Untuk mencapai hal ini, pemerintah Ghana memulai restrukturisasi utang dengan menegosiasikan kembali persyaratan dengan para kreditor, mengusulkan suku bunga yang lebih rendah atas pinjaman mereka dan jangka waktu pembayaran yang lebih lama untuk mengurangi tekanan pada keuangan publik.
Namun, beberapa kreditur menolak untuk mengikuti program pertukaran utang ini.
Pada tanggal 9 Agustus Bank sentral Ghana mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa pemerintah telah memberitahukan bahwa bank tersebut tidak memiliki cukup uang untuk memenuhi persyaratan IMF dan akibatnya tidak akan membayar setengah dari 700 juta dolar AS yang dipinjamnya dari bank sentral.
Editor: Aditya Pratama