Gubernur BI Prediksi Ekonomi Indonesia pada 2020 Tumbuh di Bawah 2,3 Persen
JAKARTA, iNews.id - Bank Indonesia (BI) memperkikaran pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 lebih rendah dari 2,3 persen. Hal ini menyusul realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yakni 2,97 persen.
“Semula (prediksi) 2,3 persen ya tentu akan lebih rendah dari 2,3 dengan realisasi Q1 (kuartal I) yang ternyata lebih rendah,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Rabu (6/5/2020).
Perry menjelaskan, realisasi pertumbuhan yang jauh dari perkiraan itu karena adanya penerapan social distancing, physical distancing, work from home dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Alhasil, kebijakan itu berdampak besar terhadap pendapatan masyarakat, konsumsi, hingga investasi yang berujung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
"Ini lebih rendah dari perkiraan 4,4 persen. Faktor bahwa ini dari pantauan BPS, dampak penanganan Covid-19, social distancing, physical distancing, work from home dan PSBB, di samping ekspor impor," ujarnya.
Meski begitu, Perry yakin pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah pada 2020 akan menambah peluang kenaikan pertumbuhan untuk 2021.Dia memprediksi, pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi 6,6 persen hingga 7,1 persen jika defisit fiskal di level 3-4 persen.
Kemudian, pertumbuhan ekonomi pada 2022 akan kembali pada tren jangka panjang karena faktor dari dampak Covid-19 sudah hilang.
Selain itu, dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 2,97 persen tetap patut disyukuri. Sebab, kondisi Indonesia masih lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi banyak negara lain.
Ekonomi China misalnya, kata dia, mengalami kontraksi hingga minus 6,8 persen pada kuartal I 2020 dibandingkan posisi 6 persen pada kuartal IV 2020. Sementara itu, AS terkontraksi dari 2,4 persen menjadi minus 0,3 persen dan Eropa anjlok dari 1 persen menjadi minus 3,3 persen
"Tentu saja 2,97 persen ini patut disyukuri. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2,97 persen termasuk salah satu yang tertinggi. Meski bukan yang tertinggi, masih ada Vietnam sebesar 3,82 persen. Itu jauh lebih baik dari sebagian besar (negara) yang negatif," kata dia.
Editor: Ranto Rajagukguk