Hari Oeang, Ini Deretan Mata Uang Indonesia Era Revolusi Kemerdekaan
JAKARTA, iNews.id - Mata uang merupakan simbol kedaulatan suatu negara. Bagi Indonesia, penerbitan mata uang rupiah menjadi medan perjuangan melawan Belanda.
Mengutip laman Kementerian Keuangan, Jumat (30/10/2020), kekalahan Jepang dari sekutu dalam Perang Dunia ke-II menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Belanda kembali menjajah dengan membonceng NICA.
Saat itu, mata uang yang berlaku di masyarakat yaitu uang Hindia Belanda (De Javasche Bank), dan uang Jepang. Pada 1 Oktober 1945, pemerintah Indonesia resmi mengeluarkan mata uang rupiah yang dikenal dengan sebutan Oeang Republik Indonesia (ORI).
Uang ORI terbit dalam lima seri, yaitu seri ORI 1 (1945), ORI II (1947), ORI III (1947), ORI IV (1948), dan ORI Baru (1949). Gambar mata uang tersebut didominasi wajah Presiden pertama RI, Soekarno.
Di saat yang sama, pemerintah Indonesia memutuskan uang NICA yang terbit pada 1943 dinyatakan berlaku. Sementara uang De Javasche Bank, uang De Japansche Regering (gulden), dan uang Dai Nippon (rupiah) untuk sementara masih boleh berlaku.
"Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadapi penghidupan baru. Besok mulai beredar Oeang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang sah, tidak laku lagi. Beserta uang Jepang itu ikut pula tidak laku uang Javasche Bank. Dengan ini, tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia, masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Uang sendiri itu adalah tanda kemerdekaan Negara," kata Wakil Presiden RI, M. Hatta.
Proses pencetakan ORI secara massal dilakukan Percetakan RI di Salemba, lembaga di bawah Departemen Penerangan. ORI I terdiri atas delapan pecahan, yaitu 1 sen, 5 sen, 10 sen, setengah rupiah, satu rupiah, lima rupiah, sepuluh rupiah, dan 100 rupiah. Uang tersebut seluruhnya ditandatangani oleh Menteri Keuangan, A.A Maramis.
Pencetakan ORI dikerjakan setiap hari dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam. Proses pencetakan dimulai Januari 1946 sebelum akhirnya dipindah ke daerah-daerah seperti Yogyakarta, Solo, Malang, dan Ponorogo akibat agresi militer Belanda. Di sinilah ORI-ORI seri berikutnya lahir dengan pecahan yang beragam mulai dari lima rupiah, 25 rupiah, 40 rupiah, 75 rupiah, 250 rupiah, dan 400 rupiah. Nominal 600 rupiah sempat dicetak meski tak jadi diedarkan.
Tak hanya pencetakan, proses peredaran uang ORI juga menghadapi tantangan. Belanda memalsukan ORI sehingga membuat uang yang beredar melimpah, sehingga nilainya turun. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat tak percaya denga ORI.
Proses distribusi ke daerah-daerah juga hambatan. Untuk itu, pemerintah dari ibu kota memberikan wewenang kepada daerah-daerah untuk menerbitkan ORI daerah (Orida). Beberapa daerah yang menerbitkan Orida antara lain Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Banten, dan Solo.
Perjuangan untuk menerbitkan mata uang ORI membuat pemerintah menetapkan 30 Oktober sebagai Hari Oeang. Rupiah kini menjadi satu-satunya alat pembayaran yang sah di Tanah Air.




Editor: Rahmat Fiansyah