IMF Prediksi Inflasi Mereda pada Tahun Ini
WASHINGTON, iNews.id - Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memprediksi inflasi mereda lebih cepat dari perkiraan tetapi belum sepenuhnya terkendali. IMF juga mendesak bank sentral untuk secara hati-hati mengkalibrasi keputusan mereka mengenai pemotongan suku bunga berdasarkan data yang masuk.
Mengutip Reuters, Ketua IMF Kristalina Georgieva menuturkan, inflasi umum di negara-negara maju sebesar 2,3 persen pada kuartal IV 2023, turun dari 9,5 persen pada 18 bulan lalu. Menurutnya, tren penurunan itu diperkirakan akan terus berlanjut pada 2024.
Hal tersebut akan menciptakan kondisi bagi bank sentral di negara-negara maju untuk mulai menurunkan suku bunga pada paruh kedua tahun ini, meskipun kecepatan dan waktunya akan bervariasi.
“Dalam tahap terakhir ini, sangatlah penting bagi bank sentral untuk menegakkan independensinya. Pelonggaran yang terlalu dini dapat menimbulkan kejutan inflasi baru yang bahkan mungkin memerlukan pengetatan moneter lebih lanjut. Di sisi lain, penundaan yang terlalu lama dapat melemahkan aktivitas perekonomian,” ucap Georgieva dikutip, Jumat (12/4/2024).
Georgieva menambahkan, pada World Economic Outlook minggu depan akan menunjukkan bahwa pertumbuhan global sedikit lebih kuat mengingat aktivitas yang kuat di Amerika Serikat (AS) dan banyak negara berkembang. Namun, dia tidak memberikan perkiraan baru yang spesifik.
Dia mengatakan bahwa ketahanan ekonomi global dibantu oleh pasar tenaga kerja yang kuat dan meningkatnya angkatan kerja, konsumsi rumah tangga yang kuat dan berkurangnya masalah rantai pasokan.
"Lingkungan global menjadi lebih menantang. Ketegangan geopolitik meningkatkan risiko fragmentasi dan seperti yang kita pelajari selama beberapa tahun terakhir, kita beroperasi di dunia di mana kita harus menghadapi hal-hal yang tidak terduga," ucapnya.
Menurutnya, aktivitas global lemah berdasarkan standar historis dan prospek pertumbuhan telah melambat sejak krisis keuangan global pada 2008-2009. Kerugian produksi global sejak dimulainya pandemi Covid-19 pada 2020 adalah sebesar 3,3 triliun dolar AS. Kerugian ini secara tidak proporsional menimpa negara-negara yang paling rentan.
Georgieva menyebut, AS telah mengalami pemulihan terkuat di antara negara-negara maju, yang dibantu oleh meningkatnya pertumbuhan produktivitas. Aktivitas kawasan Eropa pulih secara bertahap, mengingat dampak yang masih ada dari tingginya harga energi dan lemahnya pertumbuhan produktivitas.
Di antara negara-negara emerging market, negara-negara seperti Indonesia dan India memiliki kondisi yang lebih baik, namun negara-negara berpendapatan rendah mengalami dampak buruk yang paling parah.
Mengingat perlambatan pertumbuhan produktivitas yang signifikan dan meluas, proyeksi pertumbuhan global IMF dalam lima tahun hanya berada di atas 3 persen, jauh di bawah rata-rata historis sebesar 3,8 persen.
Dia mengatakan reformasi mendasar, seperti memperkuat tata kelola, memotong birokrasi, meningkatkan partisipasi pasar tenaga kerja perempuan dan meningkatkan akses terhadap modal dapat meningkatkan output sebesar 8 persen dalam empat tahun.
Adapun hal ini dapat dicapai melalui kebijakan yang mendorong transformasi ekonomi, mempercepat transisi hijau dan digital, yang dapat menawarkan peluang besar bagi investasi, lapangan kerja, dan pertumbuhan, katanya.
"Kecerdasan buatan menawarkan potensi manfaat yang besar namun juga risiko, dengan studi IMF baru-baru ini menunjukkan bahwa AI dapat memengaruhi hingga 40 persen pekerjaan di seluruh dunia dan 60 persen di negara maju," tuturnya.
Editor: Aditya Pratama