Ini Deretan Kesepakatan dari Pertemuan Menkeu dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3

INCHEON, iNews.id - Pertemuan para menteri keuangan (menkeu) dan gubernur bank sentral negara-negara anggota ASEAN, dan China, Korea Selatan, Jepang (ASEAN+3) di Incheon, Korea Selatan selesai dihelat pada Selasa (2/5/2023). Pertemuan tersebut menghasilkan sejumlah kesepakatan.
Mereka sepakat untuk memperkuat kerja sama keuangan regional melalui inisiatif di bawah Regional Financing Arrangements (RFA) Future Direction di masa depan. Selain itu, Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM), sehingga memungkinkan anggota untuk memberikan dukungan likuiditas dalam mata uang domestiknya sendiri dan mata uang lokal anggota lain.
Di samping itu, Macroeconomic Research Office (AMRO), road map jangka menengah Asian Bond Markets Initiative (ABMI) untuk 2023-2026, penguatan peran Pembiayaan Risiko Bencana (DRF), dan ASEAN+3 Future Initiatives, termasuk pembiayaan infrastruktur, kajian studi pada fasilitas nonpembiayaan, pembiayaan risiko bencana (DRF), serta kajian studi beberapa tema strategis atas digitalisasi keuangan, keuangan berkelanjutan, utang korporasi, utang rumah tangga, dan Transaksi Mata Uang Lokal (Local Currency Transaction/LCT).
"Semua inisiatif ini dituangkan dalam Pernyataan Bersama AFMGM+3," kata Sri Mulyani dikutip dari akunnya di Instagram, Rabu (3/5/2023).
Dia menyampaikan, di bawah co-chairmanship Indonesia dan Jepang, ASEAN+3 berkomitmen untuk terus meningkatkan kerja sama dan kolaborasi untuk menciptakan jaring pengaman yang lebih kuat dan andal untuk para negara anggotanya.
Sementara dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani juga nyampaikan pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 yang kuat sebesar 3,2 persen pada 2022, terlepas dari efek pandemi Covid-19 yang masih ada dan konflik Rusia-Ukraina yang meningkat menjadi krisis.
"Sementara itu, gejolak sektor perbankan baru-baru ini di AS dan Eropa memiliki dampak rambatan yang terbatas di kawasan ASEAN+3. Meskipun demikian, kita harus tetap waspada," ucap dia dalam keterangan resminya.
Ke depan, kawasan ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,6 persen pada 2023, dipacu oleh permintaan domestik yang kuat karena pemulihan ekonomi terus menunjukkan perbaikan.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti bahwa tantangan saat ini dan ketergantungan yang besar pada mata uang dominan tertentu untuk perdagangan internasional dan penyelesaian investasi dapat meningkatkan kerentanan dan meningkatkan risiko stabilitas keuangan di ASEAN+3.
"Oleh karena itu, ASEAN+3 perlu berinovasi untuk dapat menjaga stabilitas, di tengah inflasi yang masih tinggi, kondisi likuiditas yang lebih ketat, ruang kebijakan yang lebih sempit, dan pengaruh kuat dolar," ujar Perry.
Dia menekankan pentingnya memperkuat dan meningkatkan kerja sama di antara negara-negara ASEAN+3 dalam konektivitas pembayaran dengan mempromosikan penggunaan mata uang lokal yang lebih luas untuk transaksi.
"Berkaitan dengan hal tersebut, AFMGM+3 menyambut baik dan mengakui perkembangan kajian Sistem Pembayaran Lintas Batas di ASEAN+3, khususnya mengenai Penguatan Transaksi Mata Uang Lokal( LCT) dalam pembahasan Isu Tematik ASEAN+3," tuturnya.
Mengingat situasi pandemi Covid-19 yang jauh lebih membaik, kawasan ASEAN menyadari perlunya pengurangan dukungan kebijakan terkait Covid-19 dengan tetap melaksanakan langkah-langkah kebijakan yang dikalibrasi secara hati-hati untuk mengendalikan inflasi, menjaga stabilitas moneter dan keuangan, memperkuat sektor-sektor utama, seperti ekonomi hijau dan ekonomi digital, memastikan keberlanjutan fiskal jangka panjang, dan mempromosikan pertumbuhan yang kuat, tangguh, dan berkelanjutan.
Kawasan ASEAN juga mengakui bahwa prospek pertumbuhan jangka panjang untuk kawasan ini bergantung pada bagaimana kawasan ini mengelola risiko yang terkait dengan kemungkinan pandemi dan perubahan iklim di masa depan, termasuk bencana alam yang lebih sering dan parah.
"Dengan mempertimbangkan risiko-risiko ini, AFMGM+3 mengakui pentingnya kolaborasi menuju pemulihan yang kuat dan inklusif serta membuat kemajuan berkelanjutan dalam agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan, untuk mencapai pembangunan global yang lebih kuat, lebih hijau, lebih tangguh, dan seimbang," ucap Perry.
Editor: Jujuk Ernawati