Jokowi: Saham Freeport Sebesar 51 Persen Lunas Dibayar
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah Indonesia resmi memiliki saham PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar 51 persen. Pernyataan ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Jumat (21/12/2018).
“Saham Freeport sudah sebesar 51 persen sudah beralih ke PT Inalum (Persero) dan sudah lunas dibayarkan,” ujar Jokowi.
Jokowi menilai, dengan saham yang sebelumnya sebesar 9 persen dan menjadi 51 persen ini akan dioptimalka untuk kesejahteraan masyarakat. Jokowi juga menilai, peningkatan nilai saham ini merupakan momen bersejarah. Pasalnya, seperti yang diketahui, Freeport sudah berdiri sejak 1967. Pada 2018 Indonesia berhasil mengambil saham Freeport sebesar 51 persen.
Jokowi mengumumkan hal penting itu setelah bertemu dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi Gunadi Sadikin, serta CEO Freeport McMoran Richard Adkerson.
Pembelian saham PTFI dilakukan melalui penerbitan obligasi global senilai 4 miliar dolar AS di mana 3,85 miliar dolar AS digunakan untuk pembayaran saham dan sisa 150 juta dolar AS untuk refinancing. Obligasi global Inalum terdiri dari empat masa jatuh tempo dengan tingkat kupon rata-rata sebesar 5,991 persen
1. 1 miliar dolar AS dengan kupon sebesar 5,230 persen dan tenor hingga 2021
2. 1,25 miliar dolar AS dengan kupon sebesar 5,710 persen dan tenor hingga 2023
3. 1 miliar dolar AS dengan kupon sebesar 6,530 persen dan tenor hingga 2028
4. 750 juta dolar AS dengan kupon sebesar 6,757 persen dan tenor hingga 2048
BNP Paribas Perancis, Citigroup Amerika Serikat dan MUFG Jepang menjadi koordinator underwriter dalam penerbitan obligasi ini. Sementara, CIMB dan Maybank dari Malaysia, SMBC Nikko Jepang dan Standard Chartered Bank Inggris sebagai mitra underwriter.
Untuk penerbitan global bond ini, Inalum mendapatkan rating Baa2 dari Moody’s dan BBB- dari Fitch. Bond ini telah terdaftar di Singapore Exchange Securities. Penerbitan obligasi ini lebih kompetitif dan stabil dibanding dengan pinjaman dari sindikasi perbankan asing dengan tingkat resiko suku bunga yang dapat melonjak di saat ketidakpastian ekonomi global. (Rikhza Hasan)
Editor: Ranto Rajagukguk