Kontribusi DKI Jakarta terhadap Ekonomi Hanya 15 persen, Ekonom: Ini Bukan PSBB Nasional
JAKARTA, iNews.id - Chief Economist Tanam Duit Ferry Latuhihin mengatakan, reaksi market yang sering terjadi merupakan over reaction atau reaksi berlebihan. Termasuk pada kasus PSBB yang kembali diberlakukan Pemprov DKI Jakarta.
Menurutnya secara kontribusi ekonomi output DKI Jakarta hanya menyumbang 15 persen dari total produk domestik bruto (PDB). "Ini bukan PSBB secara nasional seluruh Indonesia dan juga bukan total shutdown," ujar Ferry di Jakarta, Kamis (11/9/2020).
Dia menilai, praktik work from home (WFH) sekarang sudah tidak asing lagi. Kalau pekerja tidak bisa masuk kantor, mereka sudah ada pengalaman WFH.
"Mereka masih bisa produktif walaupun tentunya tidak seleluasa masuk kantor. Karena itu, saya tetap sarankan investor masuk market atau BUY," katanya.
Chief Economist BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan dengan adanya PSBB jilid II yang akan berlaku mulai 14 September 2020, maka pelaku pasar memperkirakan perbaikan-perbaikan ekonomi tersebut akan redup kembali. Pemulihan ekonomi akan semakin lama dan peluang ekonomi nasional jatuh ke jurang resesi di 2020 semakin besar. Hal ini tentu akan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan emiten di bursa.
"Dampaknya membuat cukup banyak investor melepas portofolionya di pasar saham. Ini menggerus IHSG hari ini 258 poin menjadi 4.891 atau turun 5 persen dari penutupan hari Rabu di level 5.149," ujarnya.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai tanpa pengetatan PSBB sekalipun resesi sudah diyakini akan terjadi. Sementara kini PSBB kembali diperketat walaupun hanya di Jakarta.
Pada masa PSBB transisi lalu perekonomian sudah bergerak kembali walaupun masih sangat terbatas. Penyaluran kredit mulai tumbuh terutama dengan dorongan likuiditas dari pemerintah. "Semua akan berbalik melambat kembali," ujar Piter.
Dia melanjutkan fokusnya akan berapa lama pengetatan ini berlangsung. Kalau misalnya hingga akhir tahun tentu dampaknya akan besar. Perekonomian akan benar-benar kembali terpuruk. Penyaluran kredit akan kembali terhenti. Walaupun NPL bisa diredam dengan kebijakan restrukturisasi kredit.
"Memang penanggulangan wabah harus diutamakan. Harapan terbaiknya dengan pengetatan PSBB ini jumlah kasus covid19 bisa benar-benar melandai," ujarnya.
Editor: Dani M Dahwilani