Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Protes Pemerintah, Puluhan Demonstran Lebanon Konvoi Mobil saat Lockdown Corona
Advertisement . Scroll to see content

Krisis Ekonomi dan Covid-19, Lebanon Padamkan Listrik Lebih 20 Jam Sehari

Sabtu, 11 Juli 2020 - 13:05:00 WIB
Krisis Ekonomi dan Covid-19, Lebanon Padamkan Listrik Lebih 20 Jam Sehari
Lebanon saat ini tengah berada dalam krisis ekonomi yang sedang dan akan terus berlanjut. (Foto: AFP)
Advertisement . Scroll to see content

BEIRUT, iNews.id - Lebanon saat ini tengah berada dalam krisis ekonomi yang sedang dan akan terus berlanjut. Hal ini akibat ketegangan politik yang diperparah dengan pukulan ekonomi oleh pandemi Covid-19

Pemadaman listrik di seluruh ibu kota Beirut dan di beberapa daerah telah melampaui 20 jam dalam sehari. Imbasnya, sebagian warga di negara kecil di Laut Tengah yang berpenduduk hampir 7 juta jiwa ini berada dalam kegelapan ekstrim. 

Hal tersebut disebabkan oleh kekurangan bahan bakar. Sementara itu, anggota parlemen memperkirakan ketersediaan bahan bakar hanya akan bisa bertahan untuk dua minggu ke depan.

“Kekurangan bahan bakar dan pemadaman listrik ini menambah kesulitan yang dihadapi masyarakat. Perlu adanya revolusi bukan evolusi, untuk bergerak ke tahap berikutnya, apalagi dalam wacana politik kita," ujar mantan penasihat menteri keuangan Lebanon Henri Chaoul, dikutip dari CNBC Sabtu (11/7/2020).

Kekurangan listrik di Lebanon telah menyebabkan rumah sakit utama di Beirut menutup kamar operasi, dan terpaksa menunda serangkaian jadwal operasi. Hal ini membuat pelayanan kesehatan lumpuh, dan belum ada tindakan perbaikan dalam waktu dekat.

"Kita tak tahu apa kebijakan ke depannya, sebenarnya kita masih bisa mengubah arah dan menghindari lonjakan krisis ini, tetapi jelas itu tidaklah mudah,” ujar direktur jenderal Rumah Sakit Universitas Rafic Hariri, Firass Abiad, dikutip dari akun Twitter miliknya.

Saat ini, tingkat pengangguran Lebanon telah melebihi 30 persen hingga akhir Mei 2020. Sementara nilai mata uang pound Lebanon terhadap dolar terus merosot, dan harga barang dan kebutuhan pokok kian melambung. Bahkan, pemerintah setempat meminta ekspatriat kembali pada musim panas, untuk membawa uang tunai kembali ke negara itu.

Pound Lebanon, yang telah dipatok ke dolar AS sejak 1997, telah kehilangan 80 persen nilainya sejak Oktober 2019. Pemerintah Lebanon tengah mencari pinjaman 10 miliar Dolar AS (Rp143,98 triliun) dari Dana Moneter Internasional (IMF), setidaknya sudah 16 kali bernegosiasi namun tak kunjung dapatkan persetujuan.    

Editor: Ranto Rajagukguk

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut