Media Asing Ungkap Prabowo Incar Nama-Nama Ini Jadi Menkeu, Tak Ada Sri Mulyani
JAKARTA, iNews.id - Media asing mengungkap nama-nama yang diincar Prabowo Subianto sebagai menteri keuangan di kabinetnya, setelah mendeklarasikan kemenangan dalam Pilpres 2024, Rabu, 14 Februari 2024 lalu. Menteri Pertahanan yang baru saja dianugerahi kenaikan pangkat jenderal kehormatan dari Presiden Joko Widodo itu disebut membidik setidaknya empat orang.
Namun, laporan media asing Bloomberg menyebutkan, tidak ada nama Sri Mulyani yang saat ini menjabat Menteri Keuangan dalam daftar nama calon menkeu Prabowo Subianto. Capres nomor urut 2 itu mengincar nama-nama mantan bankir yang dapat mengamankan pendanaan demi merealisasikan janji kampanyenya.
Adapun nama-nama yang menurut Bloomberg sedang dipertimbangkan Prabowo jadi menkeu yakni, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Royke Tumilaar.
Keempat nama itu jadi kandidat potensial menkeu. Nama-nama itu dinilai paling cocok jadi menkeu karena keahlian mereka dalam finansial serta kepemimpinan yang efektif, kata sumber yang meminta namanya tidak disebutkan.
"Prabowo tidak akan melibatkan posisi menkeu dalam tawar-menawar politik apa pun karena menganggap jabatan tersebut di atas politik dan membutuhkan ketelitian dalam pengelolaan anggaran," kata sumber tersebut, dikutip dari Bloomberg, Rabu (28/2/2024).
Namun, tidak disebutkan alasan nama Sri Mulyani tidak masuk dalam daftar nama yang dincar Prabowo sebagai menkeu. Sri Mulyani Indrawati diketahui sebagai satu-satunya perempuan yang pernah menjabat Menkeu sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
"Sri Mulyani mengarahkan perekonomian Indonesia melewati gejolak yang disebabkan pandemi Covid-19. Dia memulai monetisasi utang yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mendanai belanja stimulus dan kemudian mengendalikan defisit anggaran kembali ke batas legal, setahun lebih awal dari yang dijanjikan," tulis Bloomberg.