Menilik Perbaikan dan Pemeliharaan Jalan di Luar Pulau Jawa, Peningkatan Besar pada Infrastruktur Tanah Air
JAKARTA, iNews.id – Sebagai wujud fisik kebudayaan yang memiliki keterkaitan erat dengan hidup dan kehidupan manusia, pembangunan jalan di Indonesia sejatinya telah dimulai sejak dulu kala. Besar kemungkinan jalan di Indonesia telah ada sejak masa prasejarah atau sejak masyarakat Indonesia belum mengenal baca tulis.
Pemerintahan Hindia Belanda pada abad ke-19 juga menjadikan jalan tidak hanya sekedar tempat perlintasan orang dan kendaraan, akan tetapi memberikannya fungsi tambahan sebagai sarana pertahanan dalam menghadapi ancaman serangan dari kekuatan asing. Tak hanya di wilayah Pulau Jawa, pembangunan dan pemeliharaan jalan pun digencarkan di luar Pulau Jawa.
Dilansir dari buku 'Jalan di Indonesia dari Sabang sampai Merauke' yang disusun oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Sabtu (12/12/2020), proyek perbaikan jalan di Sumatera terutama diselenggarakan dari Padang Panjang ke Bukittinggi dan Payakumbuh, dan dari Padang Panjang ke Batu Sangkar. Pada pertengahan 1860-an, jumlah total rumah peristirahatan dan pos jaga militer di Sumatera Barat telah meningkat menjadi dua belas.
Peningkatan fasilitas di sepanjang jalan terkait erat dengan status jalan utama yaitu Padang – Padang Panjang – Bukittinggi – Jalan Payakumbuh dan Padang Panjang – Batu Sangkar diterima. Status ini didasarkan pada kenyataan bahwa jalan-jalan ini adalah rute yang paling sering digunakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam rangka perdagangan, terutama pengangkutan kopi dari pedalaman pegunungan ke Pariaman dan Padang, pelabuhan di barat.
Jenis jalan ini digunakan terutama untuk menghubungkan beberapa kota di dalamnya kabupaten Sumatera Barat, atau untuk memfasilitasi proses transportasi biaya dari beberapa desa ke gudang kopi pemerintah di kabupaten ini modal. Seperti halnya rute Solok – Alahan Panjang dan Solok – Batipuh, Solok – Sijunjung, Sijunjung – Batu Sangkar dan Buo, dan Air Bangis – Lundar.
Semua jalan ini selesai pada awal 1860-an. Para pekerja terlibat untuk membangun jalan-jalan ini terdiri dari kuli bebas yang disewa dan penduduk setempat melakukan corvée (herendiensten). Peningkatan kualitas dan kuantitas jalan setelah tahun 1848 sangat erat terkait dengan pengenalan penanaman dan pengiriman kopi wajib sistem, diimplementasikan tahun 1847.
Gagasan dasar dari sistem ini dituangkan dalam Surat Gubernur AV Michiels tanggal 1 November 1847. Setiap petani di daerah dengan iklim dan tanah yang cocok diperlukan untuk menanam dan memelihara setidaknya 150 pohon kopi. Semua kopi yang diproduksi di marmer ini harus dikirim ke pemerintah di gudang lokal, dibayar sesuai harga oleh pemerintah kolonial.
Gudang kopi pemerintah dibangun di hampir semua kabupaten di pantai barat. Sebagai imbalannya, petani menerima pembayaran tunai sesuai dengan harga yang telah ditentukan. Sementara itu, di Menado bagian jalan Pecinan dan jalan ke Jembatan Sinkil diperlebar dan dipanjangkan menjadi 450 meter. Selain itu, jalan utama ke Kampung Kokoh diperlebar dan diaspal sesuai Gouvernementsbesluit 1 Maret 1900 No. 32.
Perbaikan parsial di wilayah Sumatera juga dilakukan dari stasiun Loeboek Paku ke Seongei Putih juga dilakukan berdasarkan Gouvernementsbesluit 9 Agustus 1900 No. 30, peraturan pemerintah setempat. Setelah 1848, pemerintah melanjutkan untuk membangun beberapa sekolah menengah jalan.
Editor: Ranto Rajagukguk