Negosiasi dengan UE Terhenti, Inggris Akhiri Transisi Brexit Tanpa Kesepakatan
LONDON, iNews.id - Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson siap menghadapi situasi pasca-Brexit tanpa kesepakatan dengan Uni Eropa (UE). Inggris siap menjalankan hubungan dagang berdasarkan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mulai Januari 2021, yang mirip dengan hubungan Australia dan UE saat ini.
“Kecuali jika ada perubahan pendekatan yang mendasar dari UE. Kami sudah siap untuk beralih ke solusi dagang layaknya Australia, dan kami harus melakukannya dengan penuh keyakinan,” ujar Johnson dikutip dari CNBC, Sabtu (17/10/2020).
Pernyataan Johnson muncul setelah negosiasi antara Inggris dan UE gagal mencapai kesepakatan, yang semula ditargetkan selesai pada 15 Oktober. Sementara itu, para pemimpin UE mengatakan mereka ingin pembicaraan dilanjutkan dalam beberapa minggu mendatang. UE percaya, masih ada waktu tersisa untuk mengatasi negosiasi buntu antara kedua pihak.
“Namun saya terkejut dan keberatan dengan usulan dari UE, bahwa semua upaya di masa depan harus datang dari Inggris, untuk mendapatkan kesepakatan. Kami diminta untuk menuruti tindakan yang diperlukan,” kata negosiator dari Inggris untuk Brexit, David Frost.
Pembicaraan perihal perdagangan Inggris dan UE tersandung pada isu-isu yang masih diperdebatkan, seperti perikanan, aturan persaingan dan tata kelola. Sementara itu, ketua negosiator UE Michel Barnier mengatakan pihaknya ingin perbedaan pendapat dapat diatasi dalam beberapa minggu mendatang.
“Kami bersedia, kami akan tetap bersedia melanjutkan pembicaraan sampai hari terakhir yang memungkinkan. Kami ingin memberikan kesempatan agar negosiasi ini sukses,” kata Barnier.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, UE akan terus mengupayakan agar kesepakatan dagang tercapai. “UE akan terus berupaya, tetapi tidak dengan harga yang mahal. Sesuai rencana, tim negosiasi kami akan pergi ke London minggu depan untuk mengintensifkan negosiasi ini,” kata dia.
Diketahui, Inggris resmi berhenti menjadi anggota UE pada Januari lalu, tetapi tetap setuju untuk terus mengikuti semua aturan dagang UE hingga akhir 2020, atau yang disebut masa transisi Brexit. Maka, dengan tidak tercapainya kesepakatan tersebut, kemungkinan tarif baru yang lebih mahal akan berlaku mulai Januari 2021.
Editor: Ranto Rajagukguk