Sri Mulyani Rugikan Negara karena Patok Bunga Tinggi? Ini Penjelasan Kemenkeu
JAKARTA, iNews.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani dituding merugikan negara Rp663,4 miliar. Dugaan kerugian itu lantaran kupon (yield) surat utang berdenominasi Yen (Samurai Bond) Indonesia lebih tinggi dibanding Filipina.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti mengatakan, tudingan itu tidak benar dan menyesatkan. Menurut dia, penentuan yield dalam obligasi dipengaruhi banyak hal.
"Tingkat suku bunga (yield) di pasar sekunder bergerak dan ditentukan oleh mekanisme pasar dan tidak bisa diintervensi oleh seseorang bahkan oleh seorang Menkeu sekalipun," kata Frans, Selasa (21/5/2019).
Secara umum, beberapa faktor yang menentukan yield obligasi di antaranya permintaan dan penawaran, sentimen pasar, dan kebijakan ekonomi makro, fiskal, serta moneter. Di pasar sekunder, untuk obligasi global juga dipengaruh Cross Default Swap (CDS) yang menjadi indikator tingkat risiko gagal bayar dari suatu negara.
"Nilai CDS ditentukan oleh mekanisme pasar dan credit rating yang ditentukan oleh lembaga pemeringkat rating yang independen. Oleh sebab itu, nilai yield Samurai bond Indonesia dan Filipina juga tidak bisa semata-mata dibandingkan besarannya tanpa melihat faktor lain, lalu menghitung selisihnya sebagai kerugian negara," ujar dia.
Selain itu, Frans mengatakan, perbandingan Samurai Bond antara Indonesia dan Filipina tidak tepat karena Indonesia menerbitkannya tahun 2019 sementara Filipina 2018. Perbedaan waktu ini menjadi relevan karena situasi ekonomi berbeda. Misalnya, sejak Agustus 2018, The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan dua kali.
Frans juga memaparkan perbedaan nature Samurai Bond Indonesia dan Filipina dari penjamin. Sejak 2015, Indonesia tidak membutuhkan guarantee dari JBIC (Japan Bank for International Cooperation). Hal ini berbeda dengan Filipina yang masih membutuhkan guarantee dari JBIC.
Filippina didukung oleh rating JBIC sehingga yield yang dibayar lebih kecil. Namun, si penerbit (issuer) dalam hal ini pemerintah Filipina harus membayar fee kepada JBIC, sehingga secara net, yield-nya sebenarnya lebih tinggi.
"Sementara Indonesia karena telah dipercaya oleh investor Jepang, tidak lagi membutuhkan guarantee dari JBIC, sehingga tidak ada lagi tambahan biaya apapun juga untuk yield yang harus dibayarkan kepada investor," tutur dia.
Frans mengungkapkan, investor Jepang lebih percaya dengan Indonesia daripada Filipina karena pada tahun lalu, Indonesia menarik lebih dari 50 investor sementara Filipina hanya 30 investor.
Selain itu, kata dia, kupon Samurai Bond Indonesia pada 2019 juga turun antara 9-13 basis poin dibandingkan tahun lalu. Hal ini menunjukkan kepercayaan investor Jepang terhadap perekonomian Indonesia.
Editor: Rahmat Fiansyah