Sri Mulyani Ungkap Alasan Mahalnya Biaya Logistik RI Dibanding Negara ASEAN Lain
JAKARTA, iNews.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa faktor geografis menjadi penyebab mahalnya biaya logistik di Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Wilayah Indonesia yang lebih besar dengan bentuk sebagai negara kepulauan mendongkrak biaya logistik.
Sri Mulyani menjelaskan, jika dibanding dengan negara ASEAN lainnya, geografis Indonesia sangat rumit dan memberikan tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk membangun dan meningkatkan konektivitas.
“Bila dibandingkan dengan Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, mereka tidak memiliki urgensi atau kerumitan seperti Indonesia. Mereka adalah negara-negara yang geografisnya relatif kecil,” ujar Sri Mulyani dalam acara The New SINSW dan Agenda Diskusi: Let’s Talk about INSW secara virtual, Jumat (9/6/2023).
Dengan begitu, tidak mudah bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing logistik dan distribusi dengan negara-negara ASEAN dengan kondisi geografis yang tidak sepadan. Dia mengatakan, diperlukan strategi khusus untuk meningkatkan konektivitas dan pemerataan logistik.
Adapun, terdapat beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintah, Pertama adalah pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa, salah satunya Sumatera. Pihaknya pun telah menganggarkan sejumlah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang tidak kecil untuk pembangunan infrastruktur di Sumatera. Di antaranya pembangunan pembangunan jalan tol Sumatera dari utara hingga selatan atau sebaliknya, pembangunan bandar udara dan pelabuhan laut.
“Presiden Jokowi sudah terus melakukan upaya untuk pembangunan infrastruktur di kawasan Indonesia, khususnya yang dekat dengan Jawa, seperti Sumatera. Ini banyak pendapatan belanja APBN kita yang dituangkan untuk membangun infrastruktur di sana,” katanya.
Kedua, membangun sinergitas antar kementerian/lembaga untuk memangkas proses bisnis dalam logistik dan distribusi untuk meningkatkan Logistic Performance Index (LPI) Indonesia. Pasalnya, Indonesia memiliki skor LPI yang anjlok pada aspek ketepatan waktu (timeliness), kompetensi, pengiriman internasional (international shipment), pelacakan dan penelusuran (tracking and tracing).
Upaya untuk meningkatkan LPI ini pun diwujudkan melalui peluncuran Indonesia National Single Window (INSW) generasi kedua. Ini akan mengintegrasikan proses bisnis antar k/l, mulai dari pengurusan perizinan hingga realisasinya (flow of document) serta pengelolaan pergerakan barang (flow of goods). Nantinya, pelaku usaha cukup membuka sistem INSW untuk semua pengurusan proses ekspor dan impor.
Dengan layanan yang terintegrasi antara Kementerian/Lembaga, pelaku usaha tidak perlu direpotkan untuk mengisi data dan informasi berkali-kali setiap ingin mengakses layanan kepabeanan. Selain itu, setiap aktivitas dan transaksi secara otomatis akan langsung tercatat melalui fitur satu profil.
“K/L untuk bersama-sama duduk dan kemudian menyamakan dan memperbaiki dari sisi regulasi menjadi lebih sederhana membuat sebuah sistem yang bisa kompatibel dan pada akhirnya menjadi sebuah single window,” tuturnya.
Editor: Aditya Pratama