Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : OpenAI Jadi Pemungut Pajak, Langganan ChatGPT Kena PPN 11 Persen
Advertisement . Scroll to see content

Sumber Pendapatan Negara pada Masa Khulafaur Rasyidin

Jumat, 03 Desember 2021 - 06:43:00 WIB
Sumber Pendapatan Negara pada Masa Khulafaur Rasyidin
Sumber pendapatan negara pada masa Khulafaur Rasyidin. (Foto: BNPB).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Ekonomi Islam yang dibangun Rasulullah SAW dilanjutkan pada masa Khulafaur Rasyidin. Beberapa sumber pendapatan negara pada zaman Rasulullah juga menjadi sumber pendapatan negara pada masa Khulafaur Rasyidin. 

Khulafaur Rasyidin merupakan pemimpin umat Muslim yang menggantikan Rasulullah SAW sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, dan pemimpin umat. Mereka adalah empat sahabat Rasul, yakni Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Dikutip dari uinjkt.ac.id, sumber pendapatan negara pada masa Rasulullah SAW, di antaranya dari zakat, ghanimah atau pendapatan dari kemenangan perang, khumus atau seperlima bagian pendapatan ghanimah akibat ekspedisi militer yang dapat digunakan sebagai pembiayaan pembangunan, fa'i atau pendapatan yang didapat dengan cara damai. 

Selain itu, jizyah atau pajak bagi nonMuslim yang mampu dan kharaj merupakan pajak khusus atas tanah produktif yang dimiliki rakyat. Ada juga ushr atau pajak dari hasil pertanian dan buah-buahan yang dibebankan kepada umat Muslim. 

Di samping itu, infak, sedekah, dan wakaf. Selain diperoleh dari pendapatan primer, ada yang didapat dari perolehan sekunder, seperti uang tebusan untuk tawanan perang, pinjaman-pinjaman, nawaib atau pajak kepada kaum Muslim kaya, amwal fadhla atau harta kaum Muslim yang meninggal tanpa meninggalkan ahli waris, serta kurban, dan kaffarah. 

Setelah Rasulullah wafat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq, kebijakan pengumpulan pendapatan negara tetap dilakukan melalui baitul maal. Pada masa Abu Bakar Ash-Shidiq belum banyak perubahan dan inovasi baru yang berkaitan dengan sektor ekonomi dan keuangan negara. 

Dikutip dari berbagai sumber, pada masa Abu Bakar Ash-Shidiq, pendapatan negara berasal dari infak, ghanimah, serta jizyah. Pendapatan negara tersebut diberdayakan untuk menyejahterakan masyarakat secara adil. 

Selain itu, Abu Bakar Ash-Shidiq juga mengolah rikaz (barang tambang) seperti emas, perak, perunggu, besi menjadi sumber pendapatan negara. Abu Bakar Ash-Shidiq tidak mengubah kebijakan Rasulullah SAW tentang jenis dan kadar jizyah, sehingga pada masa pemerintahannya, jizyah bisa berupa emas, perhiasan, pakaian, kambing, onta, atau benda lain. 

Sementara pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, didirikan baitul maal yang regular dan permanen di ibu kota, yang kemudian dibangun cabang-cabangnya di ibu kota provinsi. Pendapatan negara dalam baitul maal meningkat cepat.

Khalifah Umar melakukan banyak perubahan dari sisi kebijakan. Dikutip dari kemenkeu.go.id, pada masa Umar bin Khattab, pendapatan negara diklasifikasikan menjadi empat bagian, yakni: 

1. Pendapatan dari zakat dan ushr yang dikenakan terhadap Muslim

Pendapatan ini didistribusikan dalam tingkat lokal jika kelebihan penerimaan sudah disimpan di baitul maal pusat dan sudah dibagikan kepada delapan asnaf.

2. Pendapatan dari khums dan sedekah

Pendapatan ini dibagikan kepada orang yang sangat membutuhkan dan fakir miskin atau untuk membiayai kegiatan dalam mencari kesejahteraan tanpa diskriminasi. 

3. Pendapatan kharaj, fa'i, jizyah, ushr, dan sewa tetap tahunan tanah-tanah yang diberikan

Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan, serta menutupi pengeluaran operasional administrasi, kebutuhan militer.

4. Berbagai macam pendapatan yang diterima dari berbagai macam sumber

Pendapatan ini didistribusikan untuk para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar dan dana sosial lainnya.

Sedangkan pada masa Utsman bin Affan yang memerintah selama 12 tahun, di mana pada enam tahun pertama pemerintahannya, Khalifah Utsman melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar bin Khattab. 

Dalam pengelolaan zakat, Utsman bin Affan mendelegasikan kewenangan menaksirkan harta yang dizakati kepada pemiliknya untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul pajak. Di samping itu, Utsman bin Affan berpendapat, zakat dikenakan terhadap milik seseorang setelah dipotong seluruh utang. 

Adapun pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib terjadi perbaikan sistem administrasi baitul maal. Khalifah Ali mengedepankan prinsip pemerataan kekayaan negara kepada masyarakat. 

Selama masa pemerintahannya, Ali bin Ali Thalib menetapkan pajak terhadap pemilik hutan sebesar 4.000 dirham dan mengizinkan Gubernur Kufah Ibnu Abbas memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan.

Editor: Jujuk Ernawati

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut