Tarif Tol Mahal, Ini Skenario Subsidi yang Ringankan Angkutan Logistik
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah gencar membangun infrastruktur seperti jalan tol hingga ke pelosok untuk mempermudah angkutan logistik. Namun, beberapa pihak menilai tarif tol baru justru tidak bersahabat dengan angkutan logistik.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, ada beberapa opsi agar tarif tol tak membebani angkutan logistik. Meskipun menurutnya, jalan tol bukan solusi yang tepat untuk dilalui angkutan logistik.
"Ada desain yang kurang sesuai dari infrastruktur logistik. Kalaupun terpaksa mendorong truk logistik masuk jalan tol ada beberapa opsi," ujarnya saat dihubungi iNews.id, Jakarta, Senin (4/2/2019).
Pemerintah bisa menerapkan split subsidi di mana tarif tol angkutan logistik disubsidi oleh pemerintah daerah (Pemda) dan pusat. Namun, subsidi ini diatur sedemikian rupa agar tidak memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Pemerintah daerah yang dilalui jalur tol misalnya di daerah Cikampek dan mendapatkan pendapatan daerah dari kawasan industri bisa alokasikan dana subsidi dari APBD," ucapnya.
Kemudian, pemerintah juga bisa melakukan subsidi silang di mana tarif kendaraan pribadi dinaikkan untuk subsidi tarif tol angkutan logistik. Pasalnya, tujuan dari dibangunnya jalan tol oleh pemerintah adalah untuk menekan biaya logistik barang.
Dengan demikian, pendapatan dari kendaraan pribadi hanya menjadi pendapatan turunan. Hal ini juga dapat mengalihkan kendaraan pribadi dari jalan tol menjadi jalan arteri.
Oleh karenanya, kegunaan jalan tol akan lebih maksimal karena pemerintah membangun jalan tol dengan struktur yang lebih kuat untuk dilalui angkutan logistik yang berat. Dengan demikian ke depannya, jalan arteri tidak lagi mudah rusak karena angkutan logistik sudah beralih ke jalan tol.
"Jadi fungsi tol harus dikembalikan ke tujuan awal yakni tarif semurah mungkin untuk angkutan logistik. Jangan dibalik," kata dia.
Kendati demikian, jalan tol tetaplah jalan yang bebas hambatan di mana kendaraan yang melaju di kecepatan 60-100 kilometer per jam. Peraturan ini jelas dilanggar oleh angkutan logistik yang notabene bermuatan berat sehingga tidak bisa melaju kencang.
"Yang lebih dibutuhkan adalah perluasan lebar jalan arteri atau jalan non tol. Kecepatan truk itu 30-50 km per jam jadi model jalan arteri bisa jadi lebih cocok," tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk