Efek Ledakan SMAN 72 Jakarta, Pemerintah Akan Batasi Game PUBG
JAKARTA, iNews.id – Tragedi ledakan di SMAN 72 Jakarta memicu langkah tegas pemerintah dalam memperkuat pengawasan terhadap game online. Presiden Prabowo Subianto menegaskan, pemerintah akan meninjau ulang serta membatasi akses game yang mengandung kekerasan, termasuk PUBG, yang kini banyak dimainkan anak-anak.
Game bergenre tembak-menembak itu menjadi sorotan karena dinilai menampilkan detail berbagai jenis senjata api yang berpotensi memengaruhi psikologis anak. Contoh PUBG, di situ jenis-jenis senjata mudah sekali dipelajari dan lebih berbahaya lagi. Secara psikologis, anak bisa terbiasa melakukan kekerasan dan menganggapnya sebagai hal yang biasa.
PUBG sendiri sejatinya diperuntukkan bagi pengguna berusia 18 tahun ke atas, namun kenyataannya, banyak anak di bawah umur yang memainkan game tersebut. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri di tengah meningkatnya kasus kekerasan di kalangan pelajar.
Bukan hanya Indonesia, sejumlah negara juga telah melarang atau membatasi permainan PUBG. India menjadi yang pertama melakukan pelarangan pada 2020 sebelum akhirnya mengizinkan kembali dengan pengawasan langsung pemerintah. Negara seperti Nepal, Yordania, Pakistan, dan bahkan China juga pernah menerapkan pembatasan serupa.
Sebagai langkah konkret, pemerintah Indonesia kini memperkuat Indonesia Game Rating System (IGRS) yang akan diberlakukan penuh mulai 2026. Sistem ini akan mengelompokkan setiap game berdasarkan kategori usia, agar anak-anak tidak lagi mudah mengakses permainan yang mengandung unsur kekerasan atau konten dewasa.
Penerapan sistem rating ini diharapkan bisa menjadi solusi preventif terhadap potensi bahaya game online yang tidak sesuai usia. Pemerintah menilai pengawasan digital kini menjadi keharusan, seiring dengan meningkatnya interaksi anak-anak di dunia maya.
Langkah tegas ini juga menjadi bentuk evaluasi nasional terhadap dampak negatif dunia digital bagi generasi muda. Pemerintah berkomitmen memastikan ruang digital tetap aman dan sehat, tanpa mengorbankan kebebasan anak-anak untuk belajar dan berkreasi di era teknologi.
Editor: Abdul Haris