6 Penyebab Penduduk di Asia Timur Terancam Resesi Seks, Salah Satunya Sibuk Kerja
JAKARTA, iNews.id - Isu ancaman resesi seks di beberapa negara Asia, khususnya di kawasan Asia Timur, baru-baru ini menjadi sorotan. Sebab, kondisi tersebut diprediksi dapat memberikan dampak besar terhadap pertumbuhan populasi manusia.
Sejumlah negara di Asia seperti Korea, Jepang, hingga China dikabarkan tengah dihantui ancaman resesi seks. Apa itu?
Istilah resesi seks muncul karena dilatarbelakangi fenomena penurunan aktivitas seksual di sejumlah negara. Kondisi ini lantas memunculkan kekhawatiran bagi sejumlah kalangan.
Hal ini karena resesi seks dapat menyebabkan penurunan angka kelahiran. Ini tentu dapat berimbas pada banyak sektor. Lalu, apa penyebab resesi seks?
Berikut sejumlah faktor yang bisa menjadi penyebab penurunan frekuensi hubungan seksual atau resesi seks, seperti dirangkum pada Senin (28/11/2022).
1. Ketidaksiapan finansial
Salah satu yang dapat menjadi penyebab adalah ketidaksiapan finansial. Berdasarkan survei yang telah banyak dilakukan, ketidaksiapan finansial dalam hal ini seperti biaya pernikahan dan tidak mau menanggung beban ekonomi akibat memiliki anak, menjadi salah satu alasan banyak perempuan di China tidak mau menikah. Terlebih, selama masa pandemi Covid-19, China telah menerapkan kebijakan “Zero Covid” tanpa kompromi. Hal ini membuat banyak warga di Cina kehilangan pendapatan.
2. Tingkat pernikahan yang menurun
Fenomena ini tidak hanya disebabkan masalah finansial. Sepertiga responden survei juga mengungkapkan bahwa mereka tidak percaya pada pernikahan. Bahkan, presentase yang sama mengatakan bahwa mereka tidak pernah jatuh cinta.
Hal itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa jumlah pasangan yang menikah di China dalam tiga kuartal pertama menurun sebanyak 17,5 persen.
Pada bulan Oktober lalu, Liga Pemuda Komunis Tiongkok mengeluarkan publikasi yang menyatakan, bahwa hampir setengah atau 50 persen wanita muda yang tinggal di daerah perkotaan negara tersebut tidak mau menikah.
3. Terlalu sibuk
Salah satu faktor utama dari resesi seks adalah rutinitas yang sangat padat. Kesibukan dalam bekerja dapat membuat seseorang tidak lagi memikirkan hubungan romantis.
Hal ini pun kemudian membuat mereka memilih untuk tetap melajang dan fokus pada karier. Kehidupan seks lantas terabaikan.
4. Tingginya tuntutan pekerjaan
Alasan lain yang juga berpengaruh besar terhadap resesi seks di China adalah adanya budaya kerja 9-9-6. Artinya, pegawai dituntut bekerja dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam, selama enam hari dalam seminggu.
Budaya kerja tersebut paling terlihat di perusahaan-perusahaan digital yang besar. Para pekerja di sana merasa tidak bebas untuk memulai sebuah keluarga. Kelelahan dan stres akibat jam kerja yang panjang juga bisa menurunkan gairah seksual.
5. Seks yang menyakitkan
Berdasarkan sebuah studi tahun 2012 yang dilakukan oleh Debby Herbenick, seorang peneliti seks di University of Indiana di Bloomington, menyebut bahwa penurunan aktivitas seksual dapat terjadi karena seks yang menyakitkan.
Dalam studinya, Herbenick mengungkap bahwa 30 persen perempuan terakhir kali mengalami rasa sakit saat mereka melakukan hubungan seks vaginal. Sementara itu, sebanyak 72 persen terakhir kali mengalami rasa sakit ketika mereka melakukan seks anal.
6. Menemukan kesenangan dengan cara lain
Melansir dari The Atlantica, Kate menjelaskan bahwa dari tahun 1992 hingga 1994, pria Amerika Serikat (AS) lebih memilih masturbasi dibandingkan melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis.
Dalam laporan itu, dijelaskan bahwa masturbasi pada pria dewasa meningkat dua kali lipat, menjadi 54 persen. Sementara pada perempuan, masturbasi meningkat lebih dari tiga kali lipat, menjadi 26 persen.
Bahkan, tidak hanya terjadi di AS, menurut artikel Economist, kaum remaja di Jepang memandang seks sebagai 'mendokusai', atau aktivitas melelahkan. Mereka lebih memilih untuk pergi ke toko onakura, yaitu tempat pria membayar untuk masturbasi di depan karyawan perempuan.
Editor: Siska Permata Sari