Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Ada CKG di Panti Sosial, Ini Penyakit yang Banyak Dikeluhkan Lansia
Advertisement . Scroll to see content

Data CKG: 7,5 Juta Kasus Baru Diabetes Ditemukan di Indonesia

Jumat, 14 November 2025 - 20:01:00 WIB
Data CKG: 7,5 Juta Kasus Baru Diabetes Ditemukan di Indonesia
Ilustrasi pasien diabetes dirawat di rumah sakit. (Foto: Ilustrasi AI)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan data mengejutkan soal prevalensi diabetes di Indonesia. Seperti apa faktanya? 

Menurut Siti Nadia, persoalan diabetes ini cukup besar. Prevalensinya menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) mencapai hampir 30 persen, artinya hampir 65 juta masyarakat Indonesia terindikasi mengidap diabetes. 

"Tapi, saat ini kami baru bisa mendeteksi sekitar 10 juta," ujar Siti Nadia di acara penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Roche Indonesia dan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM), Jumat (14/11/2025). 

Kemudian, Siti Nadia juga mengungkapkan data prevalensi diabetes mengacu data yang dihimpun dari program Cek Kesehatan Gratis (CKG). Sejak awal 2024 hingga November 2025, katanya, Kemenkes menemukan 5 hingga 7,5 juta kasus baru Diabetes. 

"Tantangan yang saat ini kami hadapi tidak hanya itu, tapi juga masih terbatas pada ketersediaan alat dan kemampuan tenaga kesehatan," ujar Siti Nadia. 

"Kami ingin memastikan bahwa skrining Retinopati Diabetik (RD) tidak hanya bergantung pada ketersediaan dokter spesialis, tetapi bisa dilakukan secara masif di layanan primer, dengan dukungan teknologi yang tepat dan alur rujukan yang jelas," tambahnya. 

Siti Nadia melanjutkan, "FK-KMK UGM dengan dukungan dari Roche Indonesia dapat menghadirkan pendekatan baru. Kami berharap bahwa metode skrining RD berbasis digital tele-oftalmologi dengan pemanfaatan AI ini dapat menjadi bukti ilmiah yang kedepannya dapat kami terjemahkan menjadi kebijakan nasional." 

Sebagai informasi, beban penyakit RD cukup tinggi dan ini dipicu oleh beberapa faktor, misalnya tingginya beban Diabetes Mellitus sebagai penyebab RD, rendahnya cakupan skrining RD berbasis populasi, dan terbatasnya tenaga kesehatan mata profesional serta akses terhadap tatalaksana RD sesuai standar medis. 

"Melalui kerja sama ini, kedua pihak akan berupaya meningkatkan cakupan skrining dan akses terhadap tatalaksana RD sesuai standar medis terkini," ujar Siti Nadia. 

Lebih lanjut, dikatakan Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama UGM Danang Sri Hadmoko, masalah kesehatan masyarakat seperti Retinopati Diabetik membutuhkan solusi berbasis bukti yang inovatif dan aplikatif. 

"Melalui kemitraan ini, kami siap berkontribusi melalui keahlian FK-KMK UGM dalam mengembangkan model layanan, melakukan kajian implementasi, dan memastikan bahwa intervensi yang dilakukan, terutama di bidang tele-oftalmologi serta tatalaksana Retinopati Diabetik sesuai standar medis terkini, dapat berjalan efektif dan berkelanjutan di sistem layanan kesehatan kita," ungkapnya. 

Sanaa Sayagh, Presiden Direktur Roche Indonesia menekankan, "Kemitraan ini merupakan perwujudan komitmen jangka panjang kami untuk secara aktif berkontribusi dalam melindungi kesehatan penglihatan masyarakat Indonesia, dan memastikan pasien dapat mengakses layanan kesehatan dan solusi yang mereka butuhkan." 
Sanaa melanjutkan, "Kami berharap luaran dari kemitraan ini juga bisa berkontribusi dalam upaya percepatan transformasi kesehatan serta pencapaian target Peta Jalan Kesehatan Penglihatan 2025 - 2030."

Kasus Retinopati Diabetik di Indonesia

Retinopati Diabetik (RD) merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di Indonesia. Dua dari lima (43,1%) orang dewasa dengan Diabetes Mellitus tipe 2 mengalami kondisi ini.

Lebih jauh lagi, data penelitian global menunjukkan bahwa sekitar 29% pasien dengan RD juga mengalami Diabetic Macular Edema (DME)2, yaitu bentuk komplikasi retina lanjutan dari RD yang menyebabkan pembengkakan pada makula dan menjadi salah satu penyebab utama kebutaan akibat diabetes.

Menyadari besarnya dampak RD, Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Indonesia Tahun 2025 – 2030 yang baru diluncurkan menetapkan beberapa target kunci untuk mengatasi permasalahan ini.
Target mencakup skrining retina pada setidaknya 80 persen individu dengan diabetes, serta pemberian pengobatan yang tepat kepada minimal 80 persen individu dengan RD.

Pemanfaatan teknologi kesehatan digital dan tele-oftalmologi menjadi strategi penting untuk meningkatkan deteksi dini kasus RD maupun DME.

Kemitraan untuk Menurunkan Beban Kebutaan Akibat Retinopati Diabetik

Prof Muhammad Bayu Sasongko yang memimpin pelaksanaan kerja sama mengungkapkan tantangan yang perlu menjadi perhatian dalam upaya menurunkan beban RD.

"Tantangan utama ada tiga, yaitu jumlah pasien diabetes yang sangat besar, cakupan skrining mata yang sangat rendah yaitu kurang dari 5%, dan distribusi tenaga ahli mata yang tidak merata. Akibatnya, sebagian besar pasien datang dalam kondisi sudah lanjut atau terlambat," ujar Prof Bayu.

Ia menjelaskan, kemitraan ini akan fokus pada pengembangan dan implementasi model layanan skrining RD yang terintegrasi serta tatalaksana RD yang komprehensif sesuai dengan standar medis terkini.

"Tujuan utama kami adalah membangun sistem yang berkelanjutan. Proyek ini akan mencakup beberapa pilar, pertama, penguatan sistem koordinasi lintas sektor dan kepemimpinan dari pemerintah pusat ke daerah untuk mendukung pencapaian target, kedua peningkatan akses kesehatan mata yang bermutu, memenuhi standar, sesuai kebutuhan pasien dan berorientasi pada target," jelas Prof Bayu.

Dia melanjutkan, "Ketiga, penguatan tata kelola sumber daya manusia untuk mendukung peningkatan dan pemerataan akses kesehatan mata yang bermutu. Keempat, optimalisasi cakupan dan pembiayaan untuk upaya kesehatan penglihatan yang berpihak pada kebutuhan masyarakat, serta kelima ialah pengembangan sistem informasi terintegrasi dan pemanfaatan data, hasil riset, dan teknologi kesehatan dalam pencapaian target upaya kesehatan penglihatan."

"Melalui model ini, kami menargetkan peningkatan cakupan skrining secara signifikan dan memastikan pasien yang membutuhkan tatalaksana dapat segera mengaksesnya sebelum terjadi kebutaan permanen," tambahnya.

Aspek lain yang juga ditekankan Prof Bayu adalah pentingnya memastikan keberlanjutan dari program percontohan tersebut. Oleh sebab itu, salah satu hasil penting yang diharapkan dari kerja sama ini adalah tersusunnya bukti ilmiah yang menjadi acuan penyusunan kebijakan serta alokasi sumber daya untuk perluasan dan adopsi program dalam skala lebih luas dan nasional. 

Editor: Muhammad Sukardi

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut