Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan Jadi Perhatian Masyarakat, Korban Butuh Perlindungan
JAKARTA, iNews.id - Kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan menjadi perhatian masyarakat. Berdasarkan survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi pada 2020 tercatat 27 persen keluhan kekerasan seksual berasal dari perguruan tinggi.
Upaya mengatasi masalah ini telah ditempuh dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berupaya menyosialisasikan UU TPKS dengan menggandeng berbagai pihak.
Ketua Satgas PPKS Universitas Padjadjaran, Antik Bintari mengatakan, tingginya tingkat kekerasan seksual di perguruan tinggi menuntut respons strategis. Penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 yang memerintahkan pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di setiap perguruan tinggi adalah langkah penting.
"Satgas PPKS berperan sebagai garda terdepan dalam mewujudkan kampus bebas kekerasan dan sangat penting dalam penanganan korban, perlindungan, dan pemulihan mereka. Sinergi antara Satgas PPKS dan berbagai pihak terkait adalah kunci untuk mengatasi tantangan dalam menangani kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi," ujar Antik Bintari dalam dialog interaktif Pahami UU TPKS: Panggilan Aksi dan Kolaborasi Menyeluruh untuk Melawan Kekerasan Seksual di Jakarta.
Menurutnya, langkah-langkah progresif dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus semakin kuat dengan implementasi UU TPKS, yang bertujuan memberikan keadilan dan melindungi korban.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kemen PPPA, Ratna Susianawati menekankan peran semua pihak dalam sosialisasi dan implementasi UU TPKS serta Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.
"UU TPKS sebagai payung hukum yang komprehensif menjadi jawaban dalam memastikan pemenuhan hak korban kekerasan seksual. Tujuan akhir yang ingin kita capai melalui UU TPKS ini adalah memberikan kepentingan terbaik untuk korban," kata Ratna.
Ratna menegaskan upaya dari hulu hingga hilir dalam pemberantasan atau penurunan tingkat kekerasan seksual perlu dipastikan melalui kerja-kerja kolaboratif, termasuk dalam memberikan pemahaman, edukasi tentang dampak dari TPKS. Seluruh masyarakat, termasuk komunitas perempuan dan individu, harus aktif dalam memberikan edukasi, membuka pos-pos pengaduan, mempromosikan zero tolerance terhadap kekerasan seksual, dan memberikan dukungan kepada korban untuk pulih dari trauma.
"Korban kekerasan seksual sering kali takut melaporkan atau bahkan tidak menyadari mereka telah menjadi korban. Kami harus mendengarkan dan mendukung mereka tanpa menghakimi. Dengan dukungan, korban dapat pulih dan menyadari kekuatannya," kata Adelle Odelia Tanuri, co-founder Rahasia Gadis.
Editor: Dani M Dahwilani