Kenali 3 Gejala Covid-19 Varian Arcturus, Sudah Ditemukan di India hingga Singapura
JAKARTA, iNews.id - Sejumlah negara baru-baru ini menemukan kasus Covid-19 varian XBB.1.16 atau Arcturus. Beberapa negara itu di antaranya India, Amerika Serikat, Brunei Darussalam, dan Singapura.
Mulanya, Indian SARS-CoV2 Genomics Consortium (INSACOG) melaporkan adanya 76 sampel Covid-19 varian Arcturus. Varian itu diyakini menjadi penyebab lonjakan kasus cukup ekstrem di India.
Di India, kasus arcturus terbanyak ada di Karnataka yaitu 30 kasus, disusul Maharashtra (29), Puducherry (7), Delhi (5), Telangana (2), Gujarat (1), Himachal Pradesh (1), dan Odisha (1).
"Ada varian baru betul, tapi sejauh ini tidak banyak peningkatannya, khususnya pada kasus parah," kata mantan direktur CSIR Institute of Genomics and Integrative Biology (IGIB) Dokter Anurag Agrawal, dikutip dari News18, Selasa (28/3/2023).
Gejala varian Arcturus
Gejala varian Arcturus atau XBB.1.16 diyakini mirip flu. Jadi, sangat disarankan bagi orang dengan gejala mirip flu untuk melakukan isolasi mandiri dan tes Covid-19.
Ahli paru di India, Dokter Randeep Guleria mengatakan, varian Arcturus tidak berbahaya, meski begitu jika mengalami gejala mirip flu disarankan lakukan tes Covid-19.
"Jika memiliki gejala mirip flu, orang-orang sekarang kebanyakan tidak tes Covid-19, padahal itu penting untuk mengetahui jumlah pasti kasus di masyarakat," ujar dia dikutip dari First Post.
Secara lebih detail, gejala varian Arcturus dijelaskan oleh Kementerian Kesehatan India sebagai berikut:
1. Sulit bernapas
2. Demam tinggi
3. Batuk parah
"Jika gejala tidak membaik dalam 5 hari, segera cari pertolongan medis. Perilaku serius harus diberikan pada kelompok rentan," demikian laporan Kemenkes India.
Dalam pernyataannya, Kemenkes India juga meminta kepada mereka yang bergejala agar memperhatikan hidrasi tubuh. Setelah itu, pantau suhu tubuh secara berkala, termasuk saturasi oksigen.
Orang dengan gejala tersebut juga disarankan tidak menggunakan antibiotik dalam proses penyembuhan, kecuali ada kecurigaan klinis infeksi bakteri.
"Kemungkinan koinfeksi Covid-19 dengan infeksi endemik lain harus dipertimbangkan. Kortikosteroid sistemik juga tidak diberikan pada penyakit ringan," kata laporan resmi tersebut.
Editor: Siska Permata Sari