Kenali Beda Mycoplasma Pneumonia dan Covid-19, Mana Lebih Bahaya?
JAKARTA, iNews.id - Masyarakat Indonesia kini tengah dihebohkan dengan dua penyakit, yakni mycoplasma pneumonia dan Covid-19. Sebab, angka kasus keduanya dilaporkan naik dalam beberapa waktu terakhir.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan, total pasien mycoplasma pneumonia per 6 Desember 2023 berjumlah enam orang, dan semuanya berusia anak.
Sementara itu, di waktu bersamaan juga terjadi kenaikan kasus Covid-19. Meski angkanya masih jauh di bawah penyebaran varian Delta di 2021, namun kenaikan kasus tercatat mencapai 80 persen.
Lantas, apa bedanya mycoplasma pneumonia dan Covid-19? Kemudian, mana yang lebih berbahaya?
Dokter Spesialis Anak RSCM dr Nastiti Kaswandani, SpA(K) mengatakan, tingkat fatalitas dan keparahan akibat bakteri mycoplasma pneumoniae penyebab mycoplasma pneumonia lebih rendah, ketimbang Covid-19.
"Apabila dibandingkan dengan Covid-19, tingkat keparahan maupun mortalitas (kematian) akibat mycoplasma pneumonia lebih rendah, hanya 0,5 sampai 2 persen," kata dr Nastiti dalam konferensi pers virtual, belum lama ini.
"Itu pun pada mereka dengan komorbiditas," ujar dia.
Sebab itu, pneumonia akibat bakteri mycoplasma sering disebut sebagai walking pneumonia. Sebutan itu lantaran gejalanya cenderung ringan, sehingga pasien tidak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit dan cukup melakukan rawat jalan.
"Pasien mycoplasma pneumonia cukup baik kondisi klinisnya, sehingga masih bisa beraktivitas seperti biasa," ujar dia.
"Itu kenapa sebagian besar kasusnya bisa dilakukan rawat jalan, pemberian obatnya secara minum, dan anaknya bisa sembuh sendiri," kata dr Nastiti.
Lebih lanjut, Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Prof Erlina Burhan menyebut, pneumonia akibat bakteri mycoplasma sebenarnya bukanlah penyakit baru.
Bakteri penyebab peradangan akut pada paru ini telah ditemukan dari lama, bahkan sejak periode 1930-an.
Namun, belakangan menjadi perhatian dan kewaspadaan dunia lantaran bakteri mycoplasma pneumoniae diduga telah menyebabkan kenaikan kasus pneumonia di Tiongkok Utara dan Eropa yang mayoritas menyerang anak-anak.
Prof Erlina mengatakan, karena bukan penyakit baru, pengobatan untuk Mycoplasma pneumoniae tidak susah dicari karena dapat ditemukan di Puskesmas dan dapat diperoleh menggunakan BPJS.
"Makanya, masyarakat tidak perlu panik karena penyakit ini sudah lama ditemukan di Indonesia," ujar dia.
Prof Erlina mengatakan yang terpenting saat ini adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Menurutnya, hal tersebut adalah kunci utama pencegahan penyakit ini.
Selain itu, menurut Prof Erlina, masyarakat juga perlu mengikuti prosedur kesehatan seperti yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) untuk menurunkan risiko penyakit pernapasan.
Rekomendasi itu di antaranya melakukan vaksinasi terutama pada anak-anak, menjaga jarak dengan orang sakit. Kemudian, tidak bepergian saat sakit, pergi ke dokter dan mendapatkan perawatan bila dibutuhkan, memakai masker, memastikan kualitas ventilasi baik, dan rutin cuci tangan.
"Kita harus waspada dan terapkan PHBS serta jangan panik," kata Prof Erlina.
Editor: Siska Permata Sari