Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Penyaring Segala Penyakit, Ini yang Menyebabkan Hati Cepat Rusak
Advertisement . Scroll to see content

Kronologi Lengkap Bocah 1 Tahun Ususnya Dipotong Akibat Dugaan Kelalaian Profesor

Minggu, 29 Juni 2025 - 11:58:00 WIB
Kronologi Lengkap Bocah 1 Tahun Ususnya Dipotong Akibat Dugaan Kelalaian Profesor
Viral bocah 1 tahun harus dioperasi 3 kali dan dipotong ususnya diduga gegara kelalaian profesor. (Foto: Freepik, X)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Viral di media sosial curhatan seorang ibu yang anaknya harus menjalani operasi besar sebanyak tiga kali dan ususnya dipotong 40 cm diduga akibat kelalaian profesor

Cerita ini mendapat simpati luar biasa dari netizen. Bahkan, Youtuber Nessie Judge memberi tanggapan atas kasus ini. Dia mengaku prihatin kepada si ibu dan kesal dengan kelakuan dokter yang menangani anak si ibu. 

"Kok ada dokter gaslight sampai segitunya? Kasarnya, 'Bapak gak punya duit, minjem sana daripada dosa!'. Benar-benar aku lihat Jazel sampai kurus, kesakitan, pakai selang di mana-mana gara-gara dokter itu," kata Nessi, dikutip dari X, Minggu (29/6/2025). 

Bagaimana cerita lengkap si anak sampai ususnya harus dipotong 40 cm diduga gegara kelalaian profesor? Berikut penjelasan selengkapnya. 

Kronologi Lengkap Anak 1 Tahun Ususnya Dipotong 40 CM Diduga gegara Kelalaian Profesor

Cerita ini diutarakan seorang ibu yang dikabarkan bernama Nesya Agrely Pillay. Di X, dia menjelaskan kronologi lengkap yang menimpa anaknya yang bernama Jazel. 

"Hati seorang ibu mana yang tidak hancur melihat anaknya harus dioperasi besar sampai 3 kali dan dipotong ususnya 40cm karena dugaan kelalaian seorang profesor," begitu kaya Nesya memulai kisahnya. 

Diceritakan Nesya, pengalaman pahit ini dimulai dari kekhawatiran dia ketika Jazel mulai gerakan tutup mulut (GTM) setelah sebulan MPASI. 

Awal MPASI Jazel selalu makan dengan lahap, sampai akhirnya dia jadi sama sekali tidak mau makan, cuma mau minum susu dan bone broth. Sampai akhirnya kenaikan berat badannya pun seret. Jadi diputuskan untuk berkonsultasi ke feeding consultant karena curiga Jazel ada permasalahan di motorik atau sensoriknya. 

Dari hasil konsultasi, Jazel diminta untuk dicek ke Dokter Rehab Medik. Akhirnya sang ibu dan suaminya membawa Jazel ke dokter rehab medik di RSCM Kencana. Setelah dicek, Jazel dirujuk ke Dokter THT untuk dilakukan pengecekan bersama dengan menggunakan kamera ke tenggorokannya, supaya bisa melihat refleks menelannya. 

Dari pemeriksaan itu, ditemukan cobblestone appearance di tenggorokan bocah 1 tahun itu, yang mana menurut dokter THT, itu adalah asam lambung yang baik sampai ke atas. 

Oleh karena itu, Jazel pun dirujuk ke Dokter Spesialis Gastronomi di rumah sakit yang sama (RSCM), yang ternyata adalah seorang profesor senior di rumah sakit tersebut. 

Orang tua Jazel pun percaya bahwa RSCM memang tempat yang tepat dan pilihan terbaik untuk keadaan Jazel saat itu. 

Dengan perasaan khawatir dan sedih karena ternyata bukan hanya sekadar masalah sensorik atau motorik, ibu Jazel pun mencoba mencari akar masalah kondisi anaknya. Mereka pergi menemui profesor gastronomi dengan membawa hasil pemeriksaan THT sebelumnya. 

Pemeriksaan pun dilakukan, tetapi profesor itu sama sekali tidak menyentuh Jazel, tidak melihat dalam mulut Jazel, tidak mengecek badan Jazel dengan stetoskop seperti yang biasanya dokter lakukan saat memeriksa pasien. 

"Dia hanya duduk sambil mengetik di komputernya dan membaca hasil THT Jazel, lalu langsung menyarankan prosedur endoskopi," kata Nesya. 

Suami Nesya pun bertanya, 'Dok dari mana ya kok anak sekecil ini sudah ada asam lambung (GERD)? Bahkan sampai ke tenggorokan'. Si profesor menjawab, 'Bapak atau ibu ada GERD gak? Kalau ada, ya, itu penyebabnya. Bapak perokok bukan?'. 

Lalu suami Nesya menjawab, "Bukan, prof, tapi saya nge-vape.' Langsung direspons oleh profesor itu, 'Nah itu penyebabnya juga. Walau bapak gak di rumah nge-vapenya, partikelnya tetap nempel dan masuk ke anak.' 

Dengan berat hati, suami Nesya pun mengiyakan alasan tersebut. Hingga akhirnya mereka dijadwalkan untuk tindakan endoskopi. 

Endoskopi Pertama untuk Jazel

Namun, ketika orang tua Jazel menyampaikan rencana endoskopi ke keluarga dan agen asuransi, mereka menyarankan untuk menundanya sampai tunggu Jazel 1 tahun setidaknya, karena prosedur tersebut bukan hal biasa yang dilakukan untuk anak di bawah umur. 

Akhirnya Nesya dan suami pun berkonsultasi ke profesor tersebut untuk bertanya apakah bisa menunggu sambil diobati dahulu. Namun jawaban si profesor bikin mereka terkejut. 

"Bapak lihat saja sendiri kondisinya se-urgent apa. Ini kan pertanggungjawaban bapak nanti di akhirat. Kenapa pak? Bapak gak punya uang? Pinjam saja pak sama engkongnya, pinjaman lunak," kata si profesor. 

Mendengar jawaban begitu, Nesya syok. Menurutnya, itu jawaban yang sangat menyakitkan untuk orang tua yang sangat khawatir dengan kondisi anaknya dan bingung harus bagaimana. 

Sementara itu, suami Nesya emosi mendengar jawaban profesor tersebut. "Apa prof? Saya tidak pinjam uang untuk urusan anak dan saya punya uang. Mau kapan endoskopi, besok?" kata suami Nesya. 

Singkat cerita, endoskopi pun dilakukan. Hasilnya ditemukan asam lambung yang begitu parah dan sampai ada peradangan di usus. Dari hasil analisa, profesor mencurigai adanya bakteri H.Pylori. 

Si profesor menduga kalau pembawa bakteri itu adalah orang tua Jazel, sehingga Nesya dan suami diminta untuk mengeceknya. Akhirnya, Nesya dan suami mengikuti arahan si profesor dan memberikan treatment yang diberikan kepada Jazel. 

Setelah dua minggu pengobatan berjalan, Jazel terlihat ada perbaikan. Nesya dan suami pun rutin kontrol untuk update perkembangan Jazel. 

Di salah satu momen kontrol, Nesya bilang ke suami, 'Nanti tolong mintain WhatsApp profesor kali, ya, jadi kalau butuh nanya apa-apa, dapat jawabannya'. Akhirnya suami Nesya mencoba meminta WA di profesor, namun jawaban ini yang keluar. 

"Oh gak bisa, pak. Saya mau istirahat, pak. Sudah, bapak minta saja WA-nya Prof Rini. Nanti dia yang sampaikan," kata si profesor. 

Mendengar jawaban itu Nesya dan suami hanya bisa diam. "Mengingat pengalaman kami yang sudah mempunyai dua anak, kami selalu diberikan nomor dokter anak untuk dapat berkonsultasi melalui WA jika diperlukan," kata Nesya. 

"Saya sangat bingung tapi juga sedih dan stress, karena hanya satu tujuan saya yaitu Jazel sembuh total. Oleh karena itu, saya dan suami tetap mengikuti alur pengobatan ini," tambahnya. 

Jazel Pasang Selang

Memasuki minggu ketiga, Jazel muntah-muntah. Gejala yang sebelumnya muncul tapi hilang dalam perjalanan perawatan. Selain muntah, Jazel juga belum mau makan makanan yang dibuat sesuai arahan profesor. 

Ya, Jazel belum ada keinginan untuk makan, masih belum bisa mengunyah atau menelan. Di momen ini, Nesya berpikir, mungkin problemnya sekarang di oromotor mulutnya. 

Karena itu, dia membawa Jazel kembali untuk kontrol ke dokter rehab medik untuk meminta Jazel diterapi makan. Pemeriksaan dokter rehab medik pun dilakukan dan dokter menyarankan agar Jazel dipasang selang, karena berat badannya sudah kurang dari ideal. 

Selang dipasang untuk mendukung proses terapi makan yang lebih maksimal. Nesya membawa saran itu ke profesor. Nesya kembali terkejut dengan jawaban profesor atas saran dokter rehab medik. 

"Kan selama ini bapak yang gak mau diselang. Waktu itu bapak habis endoskopi buru-buru minta pulang, takut asuransi gak cover," kata si profesor. 

"Apa prof? Prof yang mengizinkan anak saya pulang, ya Anda sendiri? Anak saya dirawat 3 hari kok. Mana mungkin saya tolak kalau Anda menyarankan pasang selang," kata Nesya. 

Si profesor lalu bertanya, "Jadi kapan mau dipasang, pak?". Nesya dan suami pun menjawab, "Sekarang saja gak apa-apa, prof." Tetapi dengan nada yang tidak enak, dia menjawab, "Ya, gak bisa sekarang. Harus endoskopi dulu." 

Lagi dan lagi, Nesya dan suami hanya terdiam dengan pernyataan profesor. Di momen itu Nesya merasa bingung kenapa harus dilakukan tindakan endoskopi lagi. 

"Saya bingung kok harus endoskopi, ya, padahal dari cerita teman saya yang anaknya pernah diselang, itu pasangnya di Poli bahkan dipasangkan sendiri oleh ayahnya yang kebetulan seorang dokter," kata Nesya. 

Akhirnya Nesya dan suami setuju untuk mengikuti arahan profesor. Namun, Nesya mengaku tidak mendapat penjelasan soal jenis selang apa yang dipakai dan apa risiko dari prosedur tersebut di kondisi Jazel. 

Endoskopi Kedua Dilakukan 

Endoskopi kedua pun dilakukan Nesya dan suami sangat berharap hasil endoskopi menunjukkan adanya perbaikan bahkan kesembuhan di dalam tubuh Jazel. 

Setelah selesai, Nesya dipanggil untuk bertemu si profesor untuk dijelaskan hasil endoskopinya. Si profesor bilang kalau peradangan dan asam lambung Jazel semakin memburuk. 

Hancur hati Nesya mendengar itu. Sambil menggendong Jazel yang masih belum sadar sepenuhnya dia hanya bisa terdiam dan menangis. Suami Nesya pun bertanya kenapa makin memburuk. Profesor kembali menduga kalau orang tua Jazel terkena H.Pylori, karena itu si profesor membuatkan rujukan. 

Profesor juga menjelaskan dia melakukan tindakan dilatasi usus dengan alasan usus Jazel mengalami penyempitan sehingga harus dilebarkan atau dibuka. Prosedur itu juga dilakukan pada endoskopi pertama. 

"Setelah saya mencari tahu, ternyata tindakan ini memiliki risiko yang sangat tinggi apalagi kondisi usus Jazel saat itu sedang peradangan. Bahkan, tindakan ini dilakukan tanpa pemberitahuan kepada kami, orang tua Jazel," tegas Nesya. 

Setelah kembali ke kamar, Nesya dan suami memikirkan apa yang salah dari semua peristiwa tersebut. Semua saran si profesor dijalani, bahkan suami Nesya sudah berhenti nge-vape, pun Jazel tidak pernah kami bawa keluar rumah, karena takutnya dengan kontaminasi debu dan asap luar. 

Jazel, kata Nesya, hanya pergi kalau ke rumah sakit. Ini dilakukan karena Nesya dan suami ingin sekali Jazel sembuh. Makanya, mereka relakan waktu bermain dan eksplorasi Jazel demi menunggu kesembuhan. 

Nesya dan suaminya berencana membawa Jazel berobat ke Malaysia karena merasa tidak puas dengan treatment yang diberikan di Indonesia. Sementara itu, sambil menunggu profesor datang ke kamar, suami Nesya mengecek hasil biopsi endoskopi pertama dan ternyata Jazel negatif H.Pylori. 

Saat profesor itu datang ke kamar, lalu suami Nesya langsung menanyakan perihal hasil negatif H.Pylori Jazel. Lalu, dijawab oleh si profesor, "Bapak, perut anak bapak kan segini, saya ambil biopsi kan segini." 

Di momen itu, si profesor diminta untuk menjelaskan lebih rinci terkait hasil pemeriksaan tersebut. 

"Kalau orang dewasa gampang, pakai tes napas. Kalau anak kecil begini mana bisa Pak disuruh tes napas. Paling feses, tapi di sini gak ada tesnya, adanya di Singapura. Tapi, yang di Singapura saja berobatnya sama saya, sembuh lagi," kata si profesor. 

Kemudian, suami Nesya bertanya, "Kalau di Malaysia ada gak prof?". Ya, Jazel rencananya akan dibawa ke Malaysia, makanya suami Nesya bertanya seperti itu. 

Tapi, si profesor menjawab, "Mana saya tahu, pak. Bapak cari tahu saja sendiri." 

Spontan suami Nesya marah dan mengatakan, "Prof, saya sudah cukup sabar, ya, menghadapi Anda. Tapi Anda tidak pernah menghargai saya sebagai orang tua. Jangan anggap kami anak kecil. Tidak ada satu orang pun yang mau anaknya sembuh selain orang tuanya. Istighfar Anda. Ngaca. Introspeksi! Saya rasa saya orang pertama yang pernah memaki Anda."

Setelah menyampaikan itu, suami Nesya pergi keluar ruangan. Nesya pun mencoba meminta maaf atas pernyataan suaminya. Tapi, jawaban si profesor begini, "Saya gak pernah bu diginiin, baru sekali ini. Tapi apalah saya, Nabi Muhammad saja dilempari kotoran." 

Nesya kaget dan tidak merespons apa pun.

Jazel Muntah Hebat, Tubuhnya Menolak Selang

Di hari yang sama, sekira pukul 22.00 WIB, Jazel pun akhirnya diberikan susu lewat selang NJFT setelah dipuasakan lebih dari 6 jam. 

Setelah selang terpasang, Nesya baru tahu jenis selang yang dipasangkan ke anaknya. Sebelumnya, tidak ada penjelasan selang apa yang akan dipakaikan ke tubuh anaknya itu. 

"Jadi, kami orang tua baru mengetahui jenis selang yang dipakaikan setelah tindakan endoskopi. Singkat cerita, setelah diberikan susu dengan flow yang sangat lama, Jazel muntah hebat. Dari hidung dan dari mulutnya keluar cairan kuning pekat," ungkap Nesya. 

Kekhawatiran dia sebagai seorang ibu meningkat. Respon tubuh Jazel yang tidak diharapkan itu terjadi di depan matanya. Rasa bersalah menyelimuti hati kecil Nesya. 

Buru-buru dia melaporkan kejadian itu ke suster jaga. Dijelaskan si suster, itu terjadi mungkin karena penyesuaian tubuh Jazel terhadap selang. Karena itu, dilakukan observasi 2x24 jam. 

Keesokan harinya, di beberapa kali momen pemberian susu, Jazel masih muntah. Oleh karena itu, Jazel dipuasakan beberapa kali. Sampai malam hari sekira pukul 19.30 WIB, Nesya bertanya ke suster, 'Sus, kapan profesor mau visit anak saya? Kapan mau dicek? Dari pagi sampai sekarang belum datang juga.'

Suster itu pun menjawab, "Baik bu, katanya mungkin malam bu." Nesya merasa janggal, menurutnya sangat jarang terjadi dokter visit pasien anak di malam hari. 

Mendapat jawaban dari suster seperti itu, Nesya bilang, "Kalau belum visit juga sampai jam 20.00 WIB lewat, gak usah datang. Buat apa dayang saat anak saya tidur? Apa yang mau diperiksa? Anak saya ini lemas muntah-muntah kasihan kalau diganggu waktu tidurnya." 

Hingga pukul 20.00 WIB lebih, si profesor kata Nesya tidak kunjung datang. 

Menjelang dini hari, Jazel menangis tidak berhenti. Dia merintih dengan kondisi badan yang lemas, karena bolak-balik dipuasakan dan sus yang masuk hanya sedikit. Bahkan, Jazel seperti ada refleks mau muntah tapi sudah tidak ada yang keluar. 

Nesya pun terus melaporkan kondisi Jazel kepada suster jaga. Sampai pada pukul 07.00 WIB, Jazel tidak berhenti meringis kesakitan, kadang sampai ketiduran sebentar karena lemas. 

Suami Nesya pun melaporkan kondisi Jazel secara terus menerus ke suster. Suami Nesya pun bertanya kapan profesor visit, dijawab oleh suster jaga, "Pak Profesor datang mungkin setelah dzuhur, setelah acara di Kemenkes selesai." 

Mengetahui jawaban itu, Nesya kaget. Dia menilai seharusnya profesor lebih mengutamakan kesehatan pasien, terlebih laporan muntah-muntah ini sudah disampaikan sejak hari sebelumnya. 

Selang Dilepaskan dari Mulut Jazel

Siang harinya, Nesya melihat kondisi Jazel semakin menurun. Dia pun curiga semua ini karena selang yang dipasang. Badan Jazel memberikan sinyal penolakan, sampai akhirnya Nesya minta untuk dilepas saja selangnya. 

Selang NJFT pun dilepas dari mulut Jazel, tindakan pelepasan dilakukan oleh dokter jaga yang menggantikan kehadiran sang profesor. Selagi menunggu Jazel diobservasi oleh dokter jaga yang ternyata dokter spesialis paru, Nesya bingung kenapa bukan digantikan oleh dokter spesialis yang sama. 

Akhirnya sampai sore hari Jazel makin drop. Badannya lemas sekali dan hanya terbaring di dalam gendongan. Sampai akhirnya Nesya dan suami meminta pemasangan infus untuk masuk obat dan cairan. Tetapi saat pemasangan tersebut Jazel seperti tidak sadar, tidak ada pergerakan apa pun saat disuntik. 

Melihat itu Nesya lemas dan menangis. Dia tidak menyangka rangkaian peristiwa dari endoskopi kedua membawa Jazel pada kondisi life and death situation. Di kondisi ini, belum ada tanda-tanda kehadiran profesor. Akhirnya Jazel dilarikan ke PICU di RSCM Kiara menggunakan ambulans. 

Profesor itu akhirnya muncul setelah Jazel distabilisasi, itu pun saat Jazel dalam kondisi masih sangat lemah. Di ruang PICU, Nesya meluapkan amarah. 

Kalimat pertama yang keluar dari mulut suaminya ketika melihat si profesor adalah, "Prof, apa ini? Anak saya masuk rumah sakit dalam keadaan sehat, betul?". "Si profesor menjawab, "Betul". 

"Anda selalu bicara akhirat sama saya, kan? Ini akhirat Anda." Si profesor menjawab, "Ini, pak, ada hal-hal yang kami tidak bisa jawab, pak. Qadarullah." 

Adik ipar Nesya yang ada di momen ini merespons, "Qadarullah? Kalau Anda, prof, datang praktik sering terlambat 2-3 jam, itu juga qadarullah?". Si profesor menjawab, "Iya, pak. Qadarullah."

Singkat cerita, terjadi perdebatan dan diskusi di ruang PICU. Suasana sangat tegang dan genting. Rangkaian tes dilakukan malam itu dan untuk pertama kalinya Nesya melihat profesor itu menempelkan stetoskop ke tubuh Jazel. 

"Demi Allah, itu yang pertama kalinya. Tidak pernah sekali pun dia memeriksa fisik Jazel sebelumnya saat kontrol di ruangannya," kata Nesya. 

Usus Jazel Diduga Bocor

Setelah pemeriksaan dilakukan, profesor itu menyampaikan bahwa Jazel mengalami penumpukan feses dan akan diberi obat pencahar. Si profesor lalu bilang, "Saya pernah punya pasien sakit kayak gini, dikasih pencahar besoknya lari-lari." 

Analisa profesor itu meleset. Kata Nesya, meski feses Jazel keluar, bocah itu masih kesakitan. Tengah malam, USG dilakukan dan ditemukan adanya kenaikan volume cairan. Harus dikonfirmasi lebih lanjut. 

Hingga pagi harinya, perut Jazel semakin membesar. Untungnya, di pagi hari tim dokter PICU mulai hadir dan sangat sigap dalam menangani Jazel. Mereka juga meyakini Nesya kalau Jazel akan ditangani dengan baik. 

Di momen itu, Nesya bertemu dengan dokter Hardian. Dia lalu berkata, "Dok, saya mau dokter yang menangani Jazel, ya." 

Nesya dan suami diminta untuk pulang setelah pemeriksaan. Tes lanjutan dilakukan oleh tim dokter PICU. Beberapa jam kemudian, Nesya mendapat telepon dari PICU agar datang ke rumah sakit karena tim dokter ingin bertemu dan membahas kondisi Jazel. 

Sesampainya di RSCM, Nesya dan suami langsung bergegas ke ruang meeting. Di sana dokter sudah menunggunya. Tim dokter menyampaikan bahwa dari serangkaian tes medis yang dilakukan serta kondisi klinis Jazel, mereka menduga kuat adanya kebocoran usus dan tindakan darurat harus segera dilakukan sebelum terlambat, yaitu operasi besar. 

"Hati saya hancur, badan pun tidak mampu berdiri. Akhirnya kami pun menyetujui operasi tersebut untuk dilakukan secepatnya," kata Nesya. 

Di X, Nesya mengatakan kalau ini belum berakhir. Perjalanan perjuangan Jazel masih akan terus berlanjut.

Editor: Muhammad Sukardi

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut