Peneliti Ungkap Metode Kurangi Risiko Kesehatan akibat Rokok
JAKARTA, iNews.id - Banyak penelitian yang mengungkap jika rokok memiliki dampak negatif bagi kesehatan tubuh. Salah satu penyakit yang kerap diderita oleh perokok adalah asma infeksi paru-paru, kanker mulut, jantung, stroke, dan lainnya.
Untuk mengurangi bahaya akibat rokok, dibutuhkan inovasi, yaitu dengan menggunakan konsep pengurangan bahaya (harm reduction). Konsep ini telah diterapkan pada produk tembakau alternatif, salah satunya adalah produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product).
Konsep tersebut dapat menjadi solusi atas permasalahan rokok di Indonesia yang telah dipahami memiliki risiko tinggi bagi perokok dan sekitarnya.
Berdasarkan hasil tinjauan literatur sistematis yang dilakukan Universitas Airlangga (UNAIR), produk tembakau yang dipanaskan menghasilkan zat berbahaya yang lebih rendah dibandingkan rokok. Metode yang dilakukan secara objektif ini ditujukan untuk menganalisa dari aspek toksikologi produk tembakau yang dipanaskan, yang mulai banyak beredar di masyarakat.
Ahli toksikologi UNAIR, Shoim Hidayat menjelaskan, produk tembakau yang dipanaskan minim kandungan berbahaya karena tidak ada proses pembakaran dalam penggunaannya. Batang tembakau dipanaskan pada suhu yang rendah. Adapun proses pembakaran pada rokok bisa mencapai suhu 900 derajat Celcius ketika produk tersebut dihisap.
“Produk tembakau yang dipanaskan menghasilkan aerosol bukan asap, sehingga berbeda dengan rokok. Aerosol dihasilkan dari pemanasan, bukan pembakaran. Dengan demikian, aerosol yang dikeluarkan berbeda, di mana untuk yang dibakar menghasilkan smoke aerosol, sedangkan yang dipanaskan menghasilkan non-smoke aerosol yang partikel penyusunnya lebih dari 90% adalah partikel cair,” kata Shoim dalam diskusi media secara online pada Jumat (4/12/2020).
Tanpa proses pembakaran, kandungan senyawa toksik pada produk tembakau alternatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok. Risiko pada pengguna pun menjadi lebih rendah. Sementara, lebih dari 80% komposisi asap rokok tersusun oleh partikel padat.
Shoim mengatakan, asap rokok tersusun oleh senyawa kimia sangat kompleks yang jumlahnya mencapai 3.996 senyawa. Senyawa-senyawa tersebut berasal dari tembakau itu sendiri, kertas pembungkus, bahan tambahan, dan udara yang masuk ketika rokok dihisap.
“Senyawa kimia yang sangat kompleks dalam asap rokok yang dihasilkan melalui proses pembakaran secara umum dapat dipilah menjadi nikotin, TAR, dan gas-gas bakar. Senyawa-senyawa toksik terutama zat penyebab penyakit tidak menular akibat merokok ada di dalam TAR,” katanya.
Dampak terhadap kesehatan yang ditimbulkan dari konsumsi merokok sangat besar. Berdasarkan National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung sebagian besar bahan kimia penyebab kanker dan berbahaya lainnya yang ditemukan dalam asap tembakau.
Saat asap tembakau dihirup, HPHC yang terkandung dalam TAR akan kontak dengan permukaan saluran pernapasan dan di sana akan terjadi absorbsi bahan-bahan tersebut. Akibatnya dapat terjadi gangguan kesehatan atau penyakit pada tempat kontak tersebut dan/atau penyakit-penyakit yang sistemik.
Meski demikian, Shoim menegaskan, jalan terbaik adalah tetap berhenti total dari penggunaan tembakau. Namun bagi yang kesulitan atau tidak dapat menghentikan kebiasaannya, produk tembakau alternatif dapat dijadikan pilihan, misalnya produk tembakau yang dipanaskan.
Kajian Ilmiah Berbasis Lokal
Fakta ilmiah yang ditemukan dalam kajian literatur sistematik ini secara garis besar menunjukkan penurunan profil risiko paparan senyawa berbahaya dan berpotensi berbahaya penggunaan produk tembakau alternatif karena kealpaan proses pembakaran di dalamnya. Selain itu, dapat disimpulkan juga, nikotin merupakan zat yang secara alamiah ada dalam daun tembakau dan dapat bersifat adiktif, namun nikotin tidak bersifat karsinogenik.
Berangkat dari kajian tersebut, Shoim juga meminta pemerintah untuk mendorong kajian ilmiah berbasis lokal yang lebih komprehensif untuk mendapatkan fakta absolut tentang produk tembakau alternatif. Hal ini, menurut Shoim lantaran Indonesia masih minim melakukan riset terhadap produk tembakau alternatif, termasuk produk tembakau yang dipanaskan.
Fakta yang berlandaskan kajian ilmiah tersebut dapat menjadi landasan pemerintah dalam merumuskan kebijakan untuk mengatur produk inovasi ini.
“Kami berharap pemerintah mulai mendorong penelitian laboratoris untuk menguji kandungan senyawa toksik pada aerosol maupun pada tubuh pengguna produk tembakau yang dipanaskan," kata dia
Dia melanjutkan, penelitian berbasis dalam negeri ini diharapkan turut melibatkan pelaku usaha, konsumen, akademisi dari berbagai universitas, maupun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hasil dari kajian ilmiah tersebut dapat menjadi sumber informasi bagi pemerintah sekaligus acuan dalam membuat kebijakan bagi produk tembakau alternatif yang dibedakan dari rokok.
Editor: Vien Dimyati